Rabu, 17 Januari 2018

Opa Atau Inyiak?

Opa Atau Inyiak?  

Seorang cucu kemenakan (anak dari anak kakak istriku) memanggilku opa, seperti yang dilakukannya kepada saudara-saudara neneknya yang laki-laki. Aku mengoreksinya agar dia memanggilku inyiak.  Dia terheran-heran lalu bertanya, kenapa. Aku jelaskan bahwa sebagai orang Minang lebih baik kita menggunakan panggilan dalam bahasa Minang, jawabku.  Dia yang sangat kritis melanjutkan dengan pertanyaan bernada protes, kenapa ibunya memanggilku 'oom'. Betul juga. Itulah yang terjadi, dan itu sebuah salah kaprah, jawabku.

Jadi, seharusnya ibuku memanggil apa ke inyiak?  tanyanya pula. Harusnya dia memanggil pak etek, jawabku. Karena saya suami dari eteknya yang juga dipanggilnya tante. Nah, itu kan? Berarti salah semua, katanya menambahkan. Harusnya semua diingatkan juga, inyiak, katanya lagi. Aku tersenyum kecut.

Memang begitulah adanya soal panggilan-panggilan ini. Yang padahal dalam aturan Minang panggilan bisa menunjukkan posisi orang yang dipanggil di tengah keluarga. Saudara-saudara laki-laki ayah dipanggil pak tuo, pak tangah, pak etek sesuai dengan urutan usianya berbanding usia bapak kita. Yang lebih tua, pak tuo, yang lebih muda pak etek. Kalau setingkat dibawah bapak tapi bukan yang paling kecil dipanggil pak tangah. Saudara perempuan ayah dipanggil mak tuo, mak tangah, etek. Saudara laki-laki ibu dipanggil mak gadang, mak tangah, mak etek, Dan saudara perempuan ibu dipanggil mak tuo, mak ngah, etek.

Sekarang panggilan-panggilan asli Minang itu semakin langka. Yang laki-laki, apakah saudaranya ayah atau saudaranya ibu semua dipanggil oom. Yang perempuan pula semuanya dipanggil tante. Saudara-saudara ayah dan ibu itu hanya terdiri dari oom dan tante saja lagi. Begitu pula untuk kakek dan nenek, sekarang banyak orang yang senang dipanggil opa dan oma

Secara keseluruhan sebahagian urang awak kelihatannya memang lebih senang dengan panggilan moderen tersebut. Berbeda dengan orang Jawa yang sejauh yang aku perhatikan masih teguh menggunakan panggilan asli. Disana ada eyang kakung (yang kung = kakek)  dan eyang puteri (yang ti = nenek) serta pak de dan pak lik, bu de dan bu lik, walau anehnya saudara laki-laki ayah atau ibu semua dipanggil 'pak' dan saudara perempuan ibu semua dipanggil 'bu'.

****

        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar