Kamis, 28 Juli 2016

Di Antara Dua Pemahaman Yang Berbeda Tentang Bid'ah

Di Antara Dua Pemahaman Yang Berbeda Tentang Bid'ah            

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan, 

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. Muslim no. 867).

Para ustadz tidak ada yang menyangkal hadits tersebut di atas. Tapi selalu saja ada yang berbeda pendapat dalam memahaminya. Tanpa menyebutkan kelompok mana untuk masing-masing, ada golongan yang begitu ketat pemahamannya sehingga apa saja yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, langsung dikatakan bid'ah. Walaupun kadang-kadang timbul juga pertanyaan kritis kita apa memang seperti itu benar ketatnya? 

Contoh, pernah seorang ustadz menyampaikan bahwa berkurban itu hanya boleh dengan unta, sapi atau kambing. Lalu ada yang bertanya, bagaimana hukumnya kalau ada yang berkurban dengan kerbau? Ustadz mengatakan, bahwa tidak ada contoh dari Rasulullah tentang itu. Beliau cenderung menganggap bahwa yang demikian itu bid'ah. Lalu dilanjutkan pertanyaan, apakah berkurban kambing itu hanya benar-benar dengan memotong kambing? Tidak boleh domba? Sang ustadz agak bingung menjawabnya.  

Lalu ada lagi pertanyaan, dengan apa zakat fitrah harus dibayar? Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanya mencontohkan dengan kurma atau dengan gandum? Lalu kalau kita membayarnya dengan beras apakah dikatakan kita tidak mencontoh Rasulullah?

Sebaliknya ada pula kelompok lain yang yang menganggap setiap amalan asal 'baik' tidak bisa dikatakan bid'ah, walaupun tidak dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kelompok ini lalu mengatakan (entah bersungguh-sungguh atau bukan, kita tidak tahu), bukankah di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam orang tidak ada yang pergi berhaji dengan pesawat? Apakah kalau sekarang kita pergi menggunakan pesawat akan dikatakan bid'ah pula? Atau, dulu tidak ada azan pakai mikrofon, lalu yang sekarang pakai mikrofon akan dikatakan bid'ah? Kelompok terakhir ini menganggap bahwa yang tidak boleh dirobah itu hanya yang menyangkut ibadah wajib saja. Shalat, puasa, zakat, berhaji tidak boleh kita kerjakan diluar yang telah dicontohkan Nabi, baik tata caranya, waktunya atau tempatnya. Sedangkan untuk ibadah bukan wajib, selama itu 'baik' boleh dikerjakan.

Ada pendapat ketiga yang mungkin lebih mudah kita fahami. Yaitu yang mengatakan bahwa apa-apa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat dalam amalan sehari-hari (bukan yang wajib-wajib saja) yang dilakukan dengan kondisi dan prasarana yang ada pada jaman beliau, haruslah kita ikuti apa adanya. Ini untuk menjawab bahwa kita tidak lagi menggunakan unta untuk pergi berhaji karena sekarang ada alat transport yang lebih baik dari unta. Begitu juga dengan mikrofon untuk mengumandangkan azan yang dulu di jaman Nabi belum ada. Tentang berkurban dengan kerbau, menurut pendapat ini, adalah dengan mensebandingkannya dengan sapi, seperti mensebandingkan kambing dengan domba, jadi boleh-boleh saja. 

Adapun amalan-amalan lain yang oleh sementara orang dianggap baik seperti misalnya menujuh-bulankan wanita hamil, tahlilan dihari-hari ke sekian sesudah kematian seseorang, harus kita fahami bahwa yang demikian itu tidak dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal di jaman beliau juga ada wanita hamil. Juga ada kaum muslimin yang meninggal. Tapi tidak pernah beliau contohkan ada upacara khusus untuk hal-hal tersebut.

Mudah-mudahan kita bisa lebih bijak dalam memahami setiap amalan, agar tidak keliru.

Wallahu a'lam.

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar