Selasa, 10 Mei 2016

Masyarakat Manja Yang Rapuh

Masyarakat Manja Yang Rapuh    

Tanpa kita sadari sebahagian besar dari kita telah menjadi anggota masyarakat manja yang rapuh. Sebahagian besar, meski ada sebahagian yang lain masih berkutat dengan serba kesederhanaan dan karenanya mereka lebih tegar. Semakin moderen kehidupan, semakin canggih teknologi, semakin manja manusia yang terlibat di dalamnya dan semakin rapuh mereka. Kita adalah bahagian dari masyarakat seperti itu, ketika kita tinggal dan hidup di kota-kota besar, lalu dimanjakan oleh kemajuan teknologi. Kita menjadi pemalas, egois, ingin mendapatkan segala sesuatu secara instan dan mudah, maunya segala sesuatu serba otomatis. 

Lima puluh tahun yang lalu, aku dan kawan-kawan berjalan kaki 3.5 km untuk pergi ke sekolah. Jarak 3.5 km itu masih pertengahan karena ada yang harus berjalan kaki 2 kali itu untuk pergi ke sekolah yang sama. Anak-anak sekarang untuk jarak satu kilometer saja maunya naik angkot, selama angkot memang lalu lalang antara tempat tinggal mereka dengan sekolah. 

Dulu sekali, di jaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, atau bahkan sampai seratus dua ratus tahun yang lalu, orang-orang melintasi padang pasir beribu kilometer dengan berjalan kaki atau paling-paling menunggang unta. Sekarang tidak ada lagi orang yang mampu melakukan hal yang sama.

Dulu kita cepat pergi tidur malam karena penerangan di rumah hanya mengandalkan lampu togok yang berjelaga menghitamkan hidung. Atau kalaupun ada yang tinggal di rumah berlampu listrik, cahayanya remang-remang saja dan di awal malam memang sudah tidak banyak yang dapat dilakukan. Sekarang orang terlambat pergi tidur karena kebanyakan nongkrong di depan tv atau di depan laptop. Atau bila perlu bahkan pergi nonton bareng ke sebuah cafe di tengah kota.

Waktu perangkat penopang kehidupan masih sederhana, masyarakatnya lebih tegar, tahan uji dan punya semangat kegotong-royongan yang tinggi. Waktu itu manusia sangat bersahabat dengan alam. Mereka hemat dan pandai menggunakan segala sesuatu yang dihasilkan alam, tanpa keserakahan. Orang kampung dapat hidup dengan tenang, cukup dengan mengandalkan hasil sawah ladang serta kebun di sekitar rumah.

Sekarang banyak orang tinggal di rumah dengan penerangan listrik. Dengan air PAM. Dengan kompor gas. Bahkan ada yang tinggal di bangunan bertingkat yang untuk turun naik harus menggunakan lift. Tanpa menafikan bahwa masih ada yang tinggal di gubuk reyot atau di kolong jembatan. Nah, mereka yang tinggal di rumah-rumah nyaman itulah yang terlanjur menjadi orang manja dan rapuh. Mereka segera berkeluh kesah ketika listrik mati. Atau air PAM macet. Atau gas untuk memasak hilang di pasaran. Coba bayangkan seseorang yang tinggal di tingkat 20 di sebuah apartemen ketika listrik mati dan lift tidak jalan. Bagaimana caranya dia untuk turun atau naik? Dan air juga tidak mengalir. Bertambah repot dia.

Teknologi memang telah memanjakan kita dengan aneka kemudahan dan fasilitas. Pada saat bersamaan kemajuan teknologi itu ternyata menjadikan kita lemah menghadapi tantangan.

****                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar