Jumat, 11 September 2015

Kalau Allah Berkehendak......

Kalau Allah Berkehendak.....    

Telah terjadi suatu musibah di Masjidil Haram tadi malam. Jum'at malam tanggal 11 September 2015, atau tanggal 28 Zulqaidah 1436. Di hadapan Ka'bah. Sebuah crane, alat berat yang digunakan untuk pembangunan perluasan Masjidil Haram jatuh dikarenakan angin dan hujan lebat, menimpa jamaah (calon) haji yang sedang thawaf. Sekitar 90 orang meninggal (jumlah ini mungkin bertambah) dan masih banyak lagi yang luka-luka. Ada yang parah. Begitu menurut berita. Kalau Allah berkehendak, maka terjadilah dia. Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka-mereka yang terkorban dan meninggal, menerima segala amal shalihnya dan mencatat niat mereka untuk melaksanakan haji tahun ini. Aamiin. Mudah-mudahan Allah menyembuhkan mereka yang terluka dengan sebaik-baik kesembuhan. Mudah-mudahan Allah memberi kesabaran kepada sanak famili mereka yang terkorban itu.

Allah menetapkan apa-apa yang dikehendaki-Nya. Sungguh Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Kalau Allah menetapkan bahwa crane buatan manusia (yang mereka percayai cukup kukuh itu) akan tumbang, maka tiada sebarang kekuatanpun yang dapat menghalanginya. Setelah terjadi yang demikian itu, hendaklah kita segera mengembalikan urusannya kepada Allah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Kita datang dari Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.

Kita menyebutnya musibah. Atau kemalangan. Cara terjadinya bermacam-macam, sesuai dengan ketetapan dan ketentuan Allah. Aku teringat dengan peristiwa Mina di tahun 1990, ketika aku melaksanakan ibadah haji. Pagi tanggal 10 Zulhijjah itu, entah kenapa sopir bus yang kami tompangi tidak kunjung menemukan lokasi kemah kami di Mina. Bus itu mondar mandir sejak jam enam pagi sampai jam sebelas siang di tengah lalu lintas yang sangat padat mencari perkemahan kami. Selama itu pula telinga kami didera oleh suara sirine ambulans banyak sekali yang tiada henti. Aku membayangkan, sesuai dengan peringatan para penceramah waktu manasik, bahwa momen paling berbahaya selama pelaksanaan ibadah haji adalah di saat melontar jumrah, karena berpuluh ribu orang jamaah datang dan pergi melalui satu jalan yang sempit. Tentulah bunyi sirene itu berasal dari ambulans yang sibuk membawa mereka yang terkorban di saat melontar, begitu pikiranku. Kami akhirnya melihat bendera Indonesia, dan sopir bis kami menghentikan mobilnya lalu menyuruh kami turun, padahal jaraknya masih sekitar 500 meter lagi. Dari seorang anak muda Indonesia yang berpapasan aku mendapat berita, bahwa sudah terjadi sebuah bencana dahsyat dengan korban beratus-ratus orang. 

Kami sampai di kemah dan diberitahu bahwa tidak diizinkan pergi melontar sampai pemberitahuan berikutnya. Dari mulut ke mulut kami mendengar cerita tentang musibah di terowongan Mina tapi tidak terlalu rinci. Baru setelah kembali ke Makkah tiga hari kemudian, aku mendapat gambaran yang utuh. Bahwa lebih dari 1500 jamaah Indonesia terkorban di terowongan itu. Waktu di Mina, kami coba menghubungi anak-anak di Balikpapan melalui telepon umum (waktu itu belum ada hape), sudah tersambung ke operator telepon kantor tapi tidak kunjung disambungkannya ke rumah. Habis koin 35 riyal, kami tetap tidak bisa tersambung. Padahal menurut cerita anakku, ada temannya yang meneror si sulung, bahwa di pengumuman korban terowongan Mina yang disiarkan TVRI berulang-ulang, terbaca namaku.  

Kalau Allah berkehendak. Di manapun manusia akan bertemu dengan maut. Apakah di tempat yang jauh atau yang dekat. Di tempat yang berbahaya atau di tempat yang aman. Di rumah kediaman atau di perjalanan. Masing-masing kita sudah punya catatan sendiri-sendiri. Kita tinggal mendapatkannya, di tempat yang kita sendiri tidak tahu.

Sekali lagi, mudah-mudahan Allah terima niat berhaji  mereka yang terkorban. Mudah-mudahan mereka semua husnul khaatimah. Aamiin.

****
                 

1 komentar:

  1. Saya sekedar ingin tahu..... Siapa ya, anda yang dari Mountain View California ini?

    BalasHapus