Selasa, 31 Oktober 2017

Inilah Tahun-tahun Kelam Bagi Pasa Ateh Bukit Tinggi (Dari Padangkita.com)

 Inilah Tahun-tahun Kelam Bagi Pasa Ateh Bukit Tinggi (Dari Padangkita.com)

Padangkita.com – Terbakarnya Pasa Ateh (Pasar Atas) Kota Bukittinggi, Senin (30/10/2017) bukanlah kali pertama yang tercatat dalam sejarah. Setidaknya telah 4 kali Pasa Ateh mengalami kebakaran dan akhirnya dibangun kembali.

Dalam catatan sejarahnya, Pasa Ateh mengaliri sejarah Bukittinggi, melintasi di tiga zaman berbeda; era kolonial Belanda, masa Jepang, dan masa kemerdekaan. Lebih dari sekedar menjadi lini ekonomi Bukittinggi, Pasa Ateh adalah harga diri orang Agam Tuo. Bukan sekedar orang Kurai saja. Pasa Ateh adalah hegemoni ekonomi masyarakat. Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias mengatakan Pasa Ateh pernah terbakar beberapa kali, yakni pada tahun 1972, 1995, 1997 dan 2017. Dan kebakaran yang terjadi kemarin, merupakan kebakaran terbesar dengan total kerugian mencapai triliunan rupiah.

Ramlan menjelaskan pasa Ateh pertama kali terbakar pada tahun 1972. Presiden Soeharto langsung membangun ulang pasa Ateh dan selesai pada tahun 1974. Dana yang digunakan untuk pembangunan kembali pasa Ateh tersebut berasal dari pemerintah pusat.

“Dulu pasar ini terbakar pada tahun 1972. Di tahun itu pula pasar ini dibangun dan selesai pada tahun 1974,” katanya kepada wartawan, Senin (30/10/2017). Pada tahun 1972 tersebut, Pasa Ateh yang waktu itu masih bernama los galuang mengalami kebakaran, semua kios yang ada baik di bagian depan maupun belakang pasar hangus dimakan api.
Pada proses pembangunannya, toko dibuat dengan beberapa blok yang dikenal dengan blok A, B, C dan D yang dibangun dua lantai. Awalnya berjumlah ratusan petak dibangun menjadi dua tingkat dengan jumlah sekitar 400-500 petak kios atau toko.

28 tahun berselang, tepatnya pada tahun 1995, api kembali meluluh lantakan Pasa Ateh. Kebakaran kali ini diduga berasal dari ledakan kompor yang terjadi di lantai 1 blok C. Kebakaran ini menghanguskan semua petak toko yang ada di Pasa Ateh. Selain itu, terdapat 5 korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

Pasa Ateh kemudian dibangun dengan dana dari pemerintah pusat dan provinsi Sumatera Barat. Meskipun pembangunan hanya bersifat merehabilitasi bangunan yang telah terbakar. Hal ini karena permintaan dari para pedagang itu sendiri. Padahal, pemerintah kota Bukittinggi ingin sekali membangun baru pasar tersebut.

Rehabilitasi bangunan bekas terbakar memakan waktu hampir satu tahun. Setelah rehab tersebut jumlah petak toko dan kios menjadi bertambah sekitar 790 petak toko dengan menambah 3 blok yakni blok D, E dan F.

Namun, 2 tahun berselang, tepatnya pada bulan Agustus 1997, kebakaran kembali terjadi di pasa Ateh. Kejadian ini diperkirakan terjadi sekira pukul 05.00 WIB. Hampir semua petak toko dan kios musnah terbakar termasuk kios pedagang kaki lima yang berada di sekitar pusat bangunan Pasa Ateh ikut hangus terbakar.

Terakhir Pasa Ateh terbakar pada, Senin (30/10/2017) sekira pukul 06.30 WIB. Kapolres Kota Bukittinggi AKBP Arly Jember mengatakan kebakaran mulai terjadi pukul 5.30 WIB pada Senin (30/10/2017) dinihari, dengan dugaan sementara akibat percikan api dari trafo listrik di salah satu toko di Blok C.

“Dari keterangan sejumlah saksi yang berasal dari penjaga pasar, dugaan sementara akibat percikan api dari trafo di salah satu toko di Blok C,” katanya. Menurutnya, dari percikan api itu maka kemudian api merembet melalui kabel ke gardu listrik di lokasi itu, hingga menyebabkan ledakan.

Kebakaran itu menyebabkan lebih dari 1.000 toko dan kios pedagang ludes terbakar. Dengan total kerugian diperkirakan berkisar Rp1,5 triliun. Toko-toko yang terbakar itu umumnya berada di lantai 2 dan lantai 3, toko milik pedagang hangus terbakar beserta isinya.

Sementara itu, Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno meminta para pedagang yang toko dan lapaknya terbakar untuk bersabar dan tabah menghadapi persitiwa tersebut.
“Mohon kepada pedagang, bersabar. Ini musibah. Kita harus menerima sebagai kenyataan, dan kami juga tidak bisa berbuat banyak,” ujarnya.

(Aidil Sikumbang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar