Sabtu, 07 November 2015

Nilai Kejujuran

Nilai Kejujuran    

Si Tengah menulis pengalamannya berbelanja di toko bahan bangunan layanan mandiri di Pau, Perancis. Pembeli memilih barang belanjaannya, memasukkan sendiri ke dalam kendaraannya, untuk kemudian membayar di counter yang juga dioperasikan sendiri. Silahkan masukkan barang-barang apa saja yang diambil, berapa banyaknya, kemudian bayar sesuai dengan tagihan yang diinformasikan oleh mesin counter tersebut. Si Tengah menambah komentar di bawah, seandainya hal yang sama ada di Indonesia, mungkin dalam waktu tidak terlalu lama toko yang sama akan tutup karena bangkrut. 

Toko besar seperti itu di Perancis atau bahkan di banyak tempat di Eropah, benar-benar menyerahkan urusan jual belinya kepada kejujuran para pembeli. Silahkan pilih, silahkan ambil dan setelah itu anda bayar sebanyak harga yang sudah ditentukan. Ada pompa bensin yang sama sekali tidak ada penjaganya. Kalau anda mampir untuk mengisi bensin, yang pertama sekali harus dilakukan adalah membayar untuk jumlah liter yang anda inginkan di perangkat pembayaran yang tertempel di alat pompa itu. Setelah itu anda baru bisa menekan tombol pengisian, dan bensin akan dikeluarkan sebanyak yang anda beli. Ini mungkin kecil resiko dipermainkan orang. Tapi terbayang sekali lagi, kalau di negeri kita, bisa ada saja orang yang lebih pintar untuk mengalahkan sistim canggih itu untuk ujung-ujungnya menipu. 

Di toko besar serba ada, bagian sayur dan buah, disediakan alat timbang. Letakkan barang belanjaan anda di tatakan timbangan tersebut dan anda pilih sendiri jenis sayur apa yang sedang anda timbang. Alat itu akan memberitahukan berat sekaligus harga yang harus dibayar di secarik kertas. Anda harus menempelkan kertas tersebut di kantong plastik sayuran. Seandainya ada orang tidak jujur bisakah dia menipu? Bisa saja. Misalnya barang yang anda timbang sekilo buah apel yang harganya 5 euro, tapi anda masukkan data seolah-olah itu kentang yang harganya 3 euro. Dengan sedikit resiko, seandainya hal ini ketahuan di kasir tentu anda akan dipermalukan.  

Lalu apakah semua orang yang berbelanja  di sana itu orang-orang jujur belaka? Wallahu a'lam. Yang pasti, tidak terdengar berita bahwa sebuah toko tutup karena bangkrut setelah ditipu pelanggannya. 

Kejujuran itu adalah akhlak Islami. Suatu ketika khalifah Umar bin Khaththab bertemu dengan seorang anak muda penggembala kambing yang sedang menggembalakan ratusan ekor kambing. Kkalifah Umar ingin menguji anak muda itu dengan meminta seekor kambing. Si anak muda memberi tahu bahwa kambing-kambing itu bukan miliknya dan bahwa dia hanyalah seorang penggembala. Umar bertanya, apakah majikannya mengetahui berapa ekor jumlah kambing-kambing itu? Si anak muda mengatakan tidak terlalu yakin. Kalau begitu, kata Umar, seandainya engkau ambil satu ekor, niscaya majikanmu tidak akan tahu. Si anak muda itu melotot kepada Umar dan mengatakan, 'Kalau begitu di mana Allah?'   

Orang bukan Islam melatih kejujuran dengan dasar keluhuran budi pekerti. Mereka menyebutnya moral. Seperti yang dipraktekkan sebahagian orang-orang Eropah, orang Jepang, orang Korea. Mereka dilatih sejak kanak-kanak untuk berprilaku tertib, jujur dan adil, tidak mau mengambil yang bukan hak mereka dan merasa malu ketika melanggar aturan. 

Akhlak Islam mengajarkan, seandainyapun kita bisa menipu sesama manusia, namun Allah tidak akan dapat kita tipu. Allah pasti tahu ketika kita berbuat curang. Kita seharusnya mengajarkan kepada anak-anak kita untuk senantiasa memelihara kejujuran dengan dasar takut kepada Allah. 

****                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar