Minggu, 06 Desember 2015

Menhir Di Mahek


Menhir Di Mahek  

Aku pernah membaca dan mendengar cerita tentang keberadaan benda purbakala yang disebut menhir di sebuah kampung di pedalaman Sumatera Barat. Tepatnya di kampung Mahek di Kabupaten Limo Puluah Koto. Sudah sejak lama aku tertarik untuk pergi melihat aslinya, tapi belum pernah kesampaian. Hal ini disebabkan juga oleh sarana jalan menuju lokasi itu menurut berita yang aku dengar kurang baik. 

Akhirnya pada kesempatan pulang kampung kemarin ini rencana itu dapat terlaksana. Jalan ke lokasi itu melalui kota Payakumbuh lalu berbelok ke baratlaut arah ke Suliki. Di Limbanang berbelok ke utara menuju kampung Mahek. Jalan dari Payakumbuh ke Limbanang sejauh 21 km adalah jalan propinsi sementara dari Limbanang ke Mahek  (23km) adalah jalan kabupaten yang lebih kecil tapi kondisi aspalnya lumayan baik. Sebagian besar melalui hutan rimba yang sepi. Tidak banyak kendaraan yang melintas di sepanjang jalan ini. Pada separuh terakhir menjelang Mahek sedang ada perbaikan dan pelebaran jalan.  Pada bagian yang sedang diperbaiki ini ada sebuah belokan tajam dan mendaki cukup terjal. Beruntung kami melaluinya bukan sedang hujan karena bisa dibayangkan belokan ini akan sangat licin karena belum diaspal.                     

Kami sampai di kampung Balai Batu dan bertanya kepada seorang bapak tentang lokasi Menhir. Rupanya kami sudah melewatinya kira-kira 500 meter. Bapak tersebut mengantar kami ke lokasi yang dimaksud. Ada plang petunjuk bertuliskan Megalit Balai Batu di pinggir jalan dan di sampingnya ada jalan kecil menuju ke lokasi yang hanya beberapa meter saja dari jalan. Tempat itu merupakan hamparan / lapangan yang ditumbuhi rumput dengan beberapa buah batu ukuran besar (menhir itu) bertebaran . Ada beberapa buah yang masih berdiri di tanah. 
Ada yang diukir seperti pada foto di bawah

Kami dikenalkan kepada seorang bapak petugas kepurbakalaan di lokasi itu (sayang aku lupa nama beliau). Beliau bercerita bahwa menhir di lokasi ini terlanjur sudah banyak yang dirusak penduduk untuk dijadikan pondasi rumah. Sampai dikeluarkannya peraturan pemerintah pada tahun 1980 yang melarang masyarakat merusaknya. Tapi masih ada dua lokasi lagi di sebelah utara yang masih terpelihara. Di sana masih berdiri tegak puluhan menhir. Kami tidak pergi ke lokasi itu. 
Bapak itu menjelaskan bahwa pernah ditemukan kerangka manusia dalam posisi duduk di bawah menhir. Beliau menduga bahwa sebagian dari menhir itu mungkin berfungsi sebagai batu kuburan.                  

Berikut ini adalah ikhtisar tentang budaya megalith yang diambil dari Wikipedia;

Kebudayaan Megalith
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalith, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith, antara lain:
  1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
  2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
  3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
  4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
  5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
  6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
****                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar