Kamis, 11 Februari 2016

Nagari-nagari Diserang Banjir Bandang Di Ranah Minang

Nagari-nagari Diserang Banjir Bandang Di Ranah Minang  

Nagari-nagari di Minangkabau sedang berduka sejak sepekan yang lalu. Banyak nagari di Limo Puluah Koto, di Solok Selatan, di Sijunjung diterjang air bah. Ini adalah perulangan cerita pilu tentang bencana banjir. Banjir bandang yang merendam taratak, dusun dan nagari. Gelombang air yang menghanyutkan dan menghandam-karamkan rumah, sekolah, surau, mesjid dan jembatan. Menyebabkan tanah longsor sehingga jalan terputus. Sawah yang hampir dipanen tidak bisa diapa-apakan lagi. 

Seorang teman memposting data cukup lengkap tentang sebelas kecamatan di Limo Puluah Koto yang menjadi korban terendam air bah. Kecamatan-kecamatan Payakumbuah, Akabiluru, Harau, Mungka, Pangkalan, Kapua Sambilan, Lareh Sago Halaban, Bukik Barisan, Guguak, Suliki, Gunuang Omeh. Kabupaten Limo Puluah Koto mungkin yang paling tenat kali ini terendam banjir. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan bangunan seperti rumah, kantor, mesjid, surau, sekolah terendam. Belum lagi yang tertimbun tanah longsor. Jembatan yang rusak, jalan raya terban dan sebagainya. Berpuluh hektar sawah gagal panen. Ratusan ternak mati dan hanyut. Ada korban jiwa manusia tapi belum diketahui jumlahnya. 

Di Solok Selatan menurut kabar begitu pula. Banyak kampung dan nagari dilanda air bah. Entah berapa jumlah tepatnya kerugian yang diderita masyarakat. Yang lebih memilukan kejadian ini berulang setiap tahun dan ada kecenderungan semakin teruk. Begitu pula terdengar kabar di daerah Sijunjung. Ada nagari yang terisolir karena jalan menuju ke sana putus. 

Penyebab derita seperti ini di setiap musim penghujan sudah sama diketahui orang banyak. Hutan di perbukitan habis digerogoti oleh pebisnis yang mendapatkan hak istimewa pengelolaan hutan. Inilah awal cerita kelabu tersebut sejak beberapa puluh tahun. Hutan belantara yang selama berabad-abad menjadi penahan air sekarang tidak ada lagi. Sehingga hujan yang tumpah dari langit tanpa ada yang membendung langsung menerjang ke hilir, menyapu apa saja yang ada. Meluluh-lantakkan kampung dan nagari. Semua orang tahu itu. Tetapi yang hebatnya tidak ada satu orangpun yang sanggup menghentikan penjarahan hutan. Setumpak hutan yang di'kuasai' oleh pemegang hak, jadi gundul karena sampai pohon-pohon kecilpun habis dibabat. Sebagian besar dari hutan yang sudah hancur itu kemudian dikonversi menjadi kebun sawit. Kebun-kebun sawit yang perlu diremajakan dibakar sebelum ditanami dengan bibit baru. Ketika hutan-hutan itu dibakar, beberapa bulan yang lalu, penduduk Sumatera didera oleh bencana asap. Hebatnya, ketika pengusaha / pemilik lahan yang dibakar diperkarakan, menurut hakim yang memimpin sidang pengadilan, pengusaha itu tidak salah. Pembakaran hutan bukan merupakan perbuatan salah, karena hutan itu masih bisa ditanami kembali. Tapi ternyata sebelum sempat ditanami, datang musibah berikutnya. Banjir bandang.

Photo-photo yang dipajang di sini adalah kiriman rekan berdiskusi di Group WA Rantaunet. Gambar yang paling bawah di ambil dari Googe Maps untuk daerah di sekitar Suliki / Limbanang. Sayang setelah difoto dari tampilan Google Maps tersebut tidak tajam. Kalau kita melihat aslinya terlihat bukit-bukit yang telah gundul.

Kita prihatin dengan derita saudara-saudara kita yang ditimpa musibah. Sampai kapan derita seperti ini akan berlanjut?

****
                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar