Jumat, 17 Februari 2017

Lihatlah Yang Kita Tinggalkan Di Dunia

Lihatlah Yang Kita Tinggalkan Di Dunia    

Komplek perumahan tempat kami tinggal adalah komplek untuk golongan menengah yang dibangun di awal tahun delapan puluhan. Pada awalnya di sini terdapat rumah tipe 70 dan 50 masing-masing di atas tanah seluas 200m dan 150m. Dalam perjalanan waktu,  rumah-rumah BTN yang sederhana itu sudah hampir semuanya direnovasi, diperluas menjadi rumah-rumah berasitektur mutakhir. Banyak juga yang sudah berganti pemilik.

Pergantian kepemilikan ini yang menggelitik dalam pikiranku. Ada rumah-rumah yang direhabilitasi habis-habisan oleh pemiliknya menjadi rumah baru yang mentereng. Dia nikmati sebentar rumah baru itu. Tapi tidak lama kemudian dia berpulang ke hadirat Allah. Ada beberapa contoh kejadian seperti itu di komplek ini.

Bagiku, itulah cerminan perhiasan dunia. Rumah mentereng yang kita bela-bela supaya terlihat indah dan megah. Alhamdulillah kalau usaha memperindahnya itu dilakukan dengan cara-cara yang halal. Menggunakan dana yang didapat dari hasil tetesan keringat sendiri tanpa disertai dengan bahagian yang tidak jelas alias tidak halal. Dinikmati sebentar, dalam bilangan beberapa tahun, lalu kemudian ditinggalkan. Ada yang meninggalkannya untuk dinikmati anak cucu, tapi banyak pula yang anak cucu seolah-olah tidak memerlukannya. Mereka juga sudah memiliki rumah yang dibina sendiri.

Kembali dengan kasus di komplek kami, maka ada rumah-rumah yang ditinggal mati pemilik itu akhirnya dijual dan uangnya dibagi-bagi oleh anak-anaknya. Kami masih mengenal rumah itu sebagai rumah bapak Fulan, tapi sekarang ditempati oleh pemilik baru yang membelinya. Alhamdulillah sekali lagi kalau anak-anak yang membagi warisan itu berdamai-damai saja. Karena tidak jarang pula terjadi pertengkaran dalam memperebutkannya. Dalam hal yang terakhir ini, betapa kasihannya bapak Fulan, si pemilik mula-mula. Harta peninggalannya tidak membawa kebaikan bagi keluarga yang ditinggalkannya.  

Apa yang terjadi di komplek kami ini tentu terjadi juga di mana-mana. Bahkan mungkin dengan skala yang lebih besar. Seindah-indah rumah di komplek ini, terletaknya hanya di atas tanah seluas 200an meter persegi. Di luar sana ada rumah gedung yang bangunannya saja konon kabarnya ribuan meter persegi luasnya. Gedung megah luar biasa, yang untuk membersihkannya saja diperlukan beberapa orang pembantu rumah tangga. Entah kenikmatan apa yang diperoleh pemiliknya. Kenikmatan yang hanya dalam waktu yang singkat, lalu setelah itu ditinggalkan untuk selama-lamanya ketika maut menjemput. 

Dan agama kita mengajarkan, bahwa segalanya itu akan dipertanggung-jawabkan di pengadilan Allah di hari kiamat kelak. Tentang kemegahan-kemegahan yang kita pertontonkan selama hidup kita yang hanya sebentar. Dari mana kita mendapatkan uang untuk membiayainya, apa tujuan kita dalam bermegah-megah tadi itu, apakah ada unsur kesombongan dan ketakaburan, atau adakah unsur mubazir dan sebagainya. Setiap tanya yang akan kita jawab apa adanya, dan kita akan mendapat hukuman Allah untuk kesalahan dan dosa yang kita perbuat dalam mengelola harta.

****                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar