Rabu, 14 Oktober 2015

Kisah-kisah Duka Jamaah Haji

Kisah-kisah Duka Jamaah Haji   

Kita menyimak peristiwa yang terjadi di Masjidil Haram ketika crane jatuh. Kitapun menyimak ketika terjadi musibah di Mina di tanggal 10 Zulhijjah yang lalu. Kita ikuti dan simak bahwa ada korban di kalangan jamaah Indonesia. Dan kita trenyuh mendengarnya. Lebih menyesakkan dada lagi ketika cerita tentang korban itu disampaikan oleh jamaah haji yang baru pulang. Atau oleh keluarga yang ditinggalkan oleh mereka yang terkorban. Aku mendengar langsung cerita-cerita berikut.

S adalah jamaah haji dari komplek perumahan kami yang paling awal kembali dari Tanah Suci. Dia bercerita tentang seorang jamaah satu rombongan dengannya yang korban kejatuhan crane. Orang itu ditimpa runtuhan besi saat sedang berzikir di depan Ka'bah. Sebelum kejadian itu dia pernah berkomentar, betapa beruntungnya jenazah yang dishalatkan oleh jutaan jamaah di Masjidil Haram ini. Sungguh hal itu sebuah keberuntungan di hadapan Allah, katanya. Pada kesempatan lain, ketika dia diperingatkan tentang cuaca buruk dan tidak usah pergi shalat ke mesjid lalu dijawabnya bahwa shalat di depan Ka'bah itu adalah shalat yang paling tinggi pahalanya di sisi Allah. Ternyata kemudian dia salah satu dari korban kejatuhan crane  tersebut. Dan jenazahnya dishalatkan di depan Ka'bah.

Tadi pagi si Bungsu pamit mau pergi bertakziah ke rumah teman kuliahnya. Dia mendengar khabar bahwa ibu temannya tersebut baru saja meninggal. (Ayahnya sudah lebih dahulu meninggal). Malam ini di meja makan, si Bungsu bercerita bahwa ibu temannya yang meninggal itu ternyata salah seorang korban peristiwa Mina. Temannya ini bercerita betapa dia dicekam kecemasan sejak terjadinya peristiwa itu, ketika dia kehilangan kontak dengan ibunya. Dia berusaha membagi kecemasannya dengan sahabat karibnya yang selalu menyuruhnya bersabar dan berdoa. Di hari ke sepuluh akhirnya dia mendapat berita bahwa ibunya adalah salah seorang korban, setelah jenazahnya teridentifikasi. Aku tercekat membayangkan kesedihan yang dialami si anak. Tambahan cerita, bahwa di antara rombongan ibu tersebut (tidak disebutkan berapa orang jumlahnya) hanya dua orang yang selamat. Yang dua orang ini, di saat terakhir membatalkan niatnya pergi melontar, sesudah mengalami sakit-sakit akibat berdesak-desakan di jalan menuju jumrah. 

Si Sulung dan suaminya sampai di Jakarta hari Jum'at sore. Terlambat sekitar dua setengah jam dari jadwal kedatangan. Karena pesawat yang mereka tompangi mampir darurat di Phuket Thailand, untuk memberikan pertolongan kepada seorang jamaah yang dalam keadaan kritis. Ibu M, si jamaah tersebut yang adalah satu rombongan dengan si Sulung, memang dalam keadaan kurang sehat. Dia harus menjalani cuci darah secara berkala (sekali seminggu). Dalam perjalanan dengan bus antara Makkah dan Madinah, di tempat pemberhentian dia berjalan agak jauh dari restoran menuju bus. Hal itu rupanya sangat melelahkan baginya. Selama berada di Madinah 4 hari dia tidak pernah keluar dari kamar, dan terbaring di tempat tidur. Sampai hari keberangkatan pulang. Setelah terbang lebih dari separuh perjalanan, kondisinya memburuk. Di Phuket, dia meninggal dalam perjalanan antara bandara dan rumah sakit. Jenazahnya dibawa pulang dan diantarkan ke Balikpapan dua hari kemudian.

Aku ikut mendoakan semoga beliau-beliau ini diterima amal shalih mereka dan ditempatkan Allah di tempat yang sebaik-baiknya di alam barzah. Aamiin.

****   
                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar