Jumat, 20 Oktober 2017

Kebohongan Sesudah Kebohongan

Kebohongan Sesudah Kebohongan   

Sebuah kebohongan biasanya akan mengundang kebohongan berikutnya untuk menutupi bohong mula-mula. Jika seseorang terlanjur berbohong, dan ingin mempertahankan kebohongannya itu, mau tidak mau dia terpaksa membuat kebohongan lain untuk menutupinya. Semakin banyak kebohongan, semakin rapuhlah kebenaran pada yang berbohong. Ceritanya akan berputar-putar, yang dia sendiri seringkali tidak tahu lagi di mana awal dari cerita bohong yang dikarangnya.

Seseorang bisa berbohong untuk menipu satu orang atau bahkan untuk menipu banyak orang. Guruku di SMA dulu pernah mengajarkan sebuah ungkapan, (yang konon berasal dari ucapan seorang pemimpin Amerika) yang berbunyi; 'Engkau dapat membohongi satu orang untuk jangka waktu lama, atau membohongi banyak orang untuk jangka waktu pendek, tapi tidak akan mungkin membohongi banyak orang untuk waktu lama.' 

Kita mungkin bisa menipu seseorang untuk jangka waktu lama. Orang yang dibohongi tidak kunjung merasakan bahwa dia telah ditipu. Tapi kalau banyak orang yang dibohongi, akan muncul orang yang segera sadar bahwa yang disampaikan itu adalah kebohongan.  

Sering pula orang berbohong untuk memfitnah orang lain. Dikarangnya cerita untuk memburuk-burukkan orang lain atau kelompok lain. Untuk mendukung fitnahannya dikerahkannya segala daya dan upaya. Tidak perduli apakah ceritanya itu masuk akal atau tidak. Kejadian seperti ini semakin sering kita lihat. Ambil contoh tentang dua gedung bertingkat tinggi yang ditabrak pesawat terbang lalu kedua gedung itu rubuh seperti rubuhnya adonan kue. Kata orang Minang seperti jatuh tapai, (bayangkan tapai singkong yang lembek dijatuhkan ke lantai). Penguasa di negeri itu menggiring pendapat umum untuk menerima bahwa rubuhnya kedua gedung raksasa itu adalah karena ditabrak pesawat. Padahal para ahli konstruksi di negeri itu  membantah, mustahil bangunan yang kekar tinggi besar itu bisa dirubuhkan sampai ke lantai dasarnya dikarenakan kena tabrak pesawat di bagian tengahnya.  

Walaupun mungkin orang banyak malas membincangkannya, cerita itu tetap sebuah kebohongan. 

Bagi pembohong kalau orang lain sudah tidak lagi mengulas tentang kebohongannya, dia merasa sudah aman. Apalagi, kalau dikarenakan kekuasaannya orang banyak tidak berani lagi mengutak-utik. Dia tidak tahu bahwa sandainya dia terselamatkan di dunia, di akhirat nanti dia pasti akan dituntut di pengadilan Allah atas kebohongannya. 

****                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar