Senin, 16 November 2015

Pulang Kampung Melalui Jalan Darat (3)

Pulang Kampung Melalui Jalan Darat (3)   

Salah satu usaha untuk bisa bertahan segar dalam melakukan perjalan seperti yang sedang kami lakukan (lebih khusus untukku yang memegang kemudi), adalah segera mandi saat terbangun pagi. Alhamdulillah, metoda ini cukup terbukti untukku. Pagi itu aku terbangun sebelum jam empat. Sesudah mandi, ketika aku sedang shalat terdengar suara orang mengaji yang diputar dari kaset, sangat dekat sekali. Aku putuskan untuk mendatangi mesjid itu untuk shalat subuh. Aku turun ke lantai dasar dan bertanya kepada petugas hotel di mana letak mesjid yang terdekat. Petugas itu menunjuk ke arah belakang. Setengah tak percaya aku melangkah ke bagian belakang hotel tersebut. Ternyata benar, ada sebuah mesjid tidak terlalu besar tapi megah dan indah, masih di pekarangan hotel. Tidak percuma hotel ini berlabel 'syariah'. Sayang jamaah shalat subuh pagi itu tidak sampai sepuluh orang.

Setelah sarapan, sebelum jam tujuh kami berangkat meninggalkan hotel. Bagian yang akan kami lalui hari ini harusnya lebih mudah. Jalan antara Lubuk Linggau sampai ke Sawah Tambang dekat Sawahlunto, sepanjang lebih dari 500 km ini, dibangun oleh kontraktor Korea dan Taiwan di tahun tujuhpuluhan. Jalannya relatif lurus (sedikit sekali belokan). 

Ternyata jalan yang sudah berumur hampir setengah abad ini masih bagus. Tentu saja karena dipelihara dengan baik pula. Kami bisa melaju dengan kecepatan 100 km perjam, karena jalan ini relatif sepi. Berturut-turut kami lalui kota Sarolangun (169 km dari Lubuk Linggau), Bangko (76 km dari Sarolangun) dan Muaro Bungo (79 km dari Bangko). Jam setengah dua belas kurang kami sampai di Muaro Bungo.

Beberapa kali berkendaraan mobil lewat jalan darat ini, kami selalu mampir di restotan Simpang Raya di Muaro Bungo. Masakannya sangat sesuai dengan selera, terutama ayam popnya. Karena konon, penemu ayam pop itu adalah restoran Simpang Raya. Siang itu rencanya kami akan singgah di restoran yang sama. Aku agak lupa lokasinya. Kami berhenti di pinggir jalan, dan bertanya kepada seorang bapak yang sedang lewat. Rupanya restoran tersebut sudah tidak ada. Sayang sekali. Kami mencari restoran Padang lain.

Sesudah makan dan shalat zuhur kami lanjutkan perjalanan. Hari jam setengah satu siang. Target berikutnya adalah Sawahlunto. Jarak ke Sawahlunto sekitar 240 km. Kalau perjalanan sama lancar seperti dari Lubuk Linggau, in sya Allah kami akan sampai sekitar jam empat sore di sana. 

Ternyata agak meleset. Pertama karena ada perbaikan jalan begitu keluar dari Sungai Dareh. Satu ruas kecil jalan sedang dibeton. Hanya separo jalan yang digunakan sehingga lalu lintas diatur dengan sistim 'buka tutup'. Di depan kami ada antrian berbagai macam mobil, terutama truk-truk besar. Beruntung bahwa kami tidak terlalu lama tertahan. Rintangan berikutnya adalah hujan lebat. Di bawah guyuran hujan aku harus lebih berhati-hati sekali. Lalu-lintaspun terlihat semakin ramai baik yang searah maupun yang berlawanan arah. 

Jam setengah enam kami sampai di Santua, Sawahlunto, di rumah kakak istriku. 

**** 

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Pak. Saya sangat senang sekali membaca blog yang ada trip mudik terutama ke Sumatera Barat, apalagi mudik saat lebaran. Sensasinya sangat beda. Akan lebih baik kalau ada foto selama perjalanan sehingga memudahkan para pembaca. Oh, rumah bapak dekat dengan rumah kami

    BalasHapus