Senin, 06 Juni 2016

Alhamdulillaah, Kita Bertemu Lagi Dengan Bulan Ramadhan

Alhamdulillaah, Kita Bertemu Lagi Dengan Bulan Ramadhan    

Alhamdulillaah, tiada putusnya kita memuji Allah atas rahmat dan kurnia-Nya yang telah mengijinkan kita untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadhan tahun ini. Artinya kita diberi Allah lagi kesempatan untuk memperbaiki diri kita, untuk melatih dan berusaha menjadi hamba Allah yang bertakwa. Entah kesempatan keberapa  puluh yang sudah kita dapatkan di sepanjang hayat kita. Dan di setiap Ramadhan yang lalu-lalu itupun kita berharap, kiranya diri kita bertambah baik di dalam penilaian Allah Ta'ala.  Meski secara jujur kita harus berani mengakui bahwa boleh jadi nilai kita hanya begitu-begitu saja. Setiap tahun kita lalui suatu periode satu bulan dengan amalan yang nyaris sama tanpa kita pernah mampu mengevaluasinya untuk mengetahui, benarkah kita menjadi orang yang lebih bertakwa dari sebelumnya. 

Suatu saat terjadi tanya jawab antara khalifah Umar bin Khaththab dengan sahabat Ubai bin Ka'ab. Umar bertanya apa maksud dan makna dari takwa. Lalu Ubai balik bertanya, apakah Umar pernah berjalan di suatu tempat yang penuh dengan onak dan duri. Umar menjawab, pernah. Apa yang anda lakukan ketika berjalan di tempat seperti itu, tanya Ubai pula. Saya harus berhati-hati agar tidak tertusuk duri, jawab Umar. 'Nah, seperti itulah yang disebut takwa,' kata Ubai menjelaskan.

Kita selalu diingatkan oleh para ustadz, untuk melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dengan sebaik-baiknya, dengan seikhlas-ikhlasnya semata-mata karena Allah, agar kita menjadi orang yang bertakwa. Tapi pernahkah kita mencoba mengevaluasi diri kita, apakah target itu tercapai atau tidak. Yakinkah kita bahwa nilai ketakwaan kita meningkat setelah kita selesai menjalankan ibadah bulan Ramadhan? Atau sebaliknya tidak ada peningkatan sama sekali?

Berpuasa (dan melaksanakan ibadah lain) di bulan Ramadhan adalah suatu pelatihan untuk menjadi seorang yang berhati-hati serta jujur di hadapan Allah. Hanya kita sendiri yang tahu apakah kita bersungguh-sungguh dalam berpuasa atau tidak. Bagi orang yang berhati-hati, maka akan seperti orang berjalan di tempat yang penuh dengan onak dan duri. Dia akan menjaga setiap perbuatan, perkataan, penglihatannya dari hal-hal yang mungkin merusak nilai ibadahnya. Dan kalau dia berhasil, dia juga akan berusaha mempertahankan keberhati-hatian tersebut sesudah selesai bulan Ramadhan. Orang-orang seperti itulah yang meraih kemenangan dan derajat takwa. Apakah setiap Muslim yang terpanggil melaksanakan ibadah puasa Ramadhan berhasil meraihnya

Banyak orang yang terjebak dalam melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan seperti menjalani suatu yang rutin tapi miskin dalam penghayatan. Tidak terlihat keberhati-hatiannya. Di bulan Ramadhan, di saat kita melaksanakan puasa, menahan diri untuk tidak makan dan minum di siang hari,  seharusnya kita bisa berhemat dalam perbelanjaan makanan. Tapi ternyata, di setiap datang bulan Ramadhan, harga-harga bahan pangan meningkat karena permintaan meningkat. Bukannya mengurangi konsumsi, malahan sebaliknya di saat berbuka puasa di waktu maghrib, kita seolah-olah melampiaskan nafsu makan dan minum yang kita tahan di siang hari. Rasanya sulit untuk dikatakan bahwa orang-orang yang berprilaku seperti ini benar-benar berhati-hati dalam melalui Ramadhan untuk meraih predikat takwa.  

Kita sudah berpuluh kali melewatkan bulan Ramadhan. Coba kita tengok ke belakang. Apakah selama ini kita telah berusaha sungguh-sungguh untuk menjadi orang yang bertakwa. Kalau belum, mudah-mudahan pada kesempatan kali ini kita bisa berubah, ke arah yang lebih baik. 

****                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar