Sabtu, 23 Januari 2016

Hamba Berkehendak, Allah Yang Menentukan

Hamba Berkehendak, Allah Yang Menentukan

Manusia boleh merancang, bercita-cita, berusaha untuk meraih sesuatu. Manusia boleh mengatur strategi untuk mencapainya dengan penuh perhitungan. Tapi keputusan akhir tetap di bawah kekuasaan Allah. Kalau Allah mengijinkan untuk terjadi maka terjadilah dia, tapi kalau Allah tidak mengijinkan tidak ada kekuatan apapun yang akan dapat membuatnya terjadi. Maka Allah ingatkan orang-orang yang beriman ketika dia sudah bertekad untuk meraih sesuatu agar bertawakkal kepada Allah dengan firmannya di dalam al Quran surah Ali Imran ayat 159; faidza 'azamta, fatawakkal 'alallah - innallaha yuhibbul mutawakkiliin (Manakala sudah bulad tekadmu, bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang bertawakkal).

Seringkali kebanyakan manusia terpeleset dalam menggapai apa yang diazamkannya. Dia lupa bertawakkal kepada Allah. Biasanya karena menurut perhitungannya yang matang, segala sesuatu akan berhasil seperti yang diinginkannya. Karena dia sudah merencanakannya, memperhitungkan segala kemungkinannya. Dan menurut analisanya tidak ada kemungkinan bahwa yang sedang direncanakan itu akan gagal.  

Seorang pengacara terkenal, ingin mewariskan usahanya kepada anaknya. Dia sekolahkan anaknya sampai si anak juga menguasai ilmu yang bahkan lebih hebat dari ilmunya sendiri. Diperbesarnya kantornya untuk diserahkan kepada si anak agar sang pewaris dapat berkiprah dengan nyaman. Segala sesuatu tampak sudah beres dan sepertinya suksesi akan berjalan dengan mulus. Tapi tanpa disangka-sangka Allah berkehendak lain. Anak yang begitu diharapkan mengalami kecelakaan dan meninggal. Dengan tiba-tiba. Karena seperti itu kekuasaan Allah dan tidak siapapun dapat menghalanginya.

Yang berikut ini dialami adikku, seorang bidan. Sudah berpuluh tahun dia menjalankan sebuah klinik bersalin. Banyak pasiennya. Di antara pasien itu ada yang dulu dia bantu saat kelahirannya dan sekarang jadi pasiennya ketika melahirkan. Adikku itu lulusan sekolah bidan di tahun 1970an, ketika sekolah perawat bidan adalah setingkat sekolah menengah atas. Sejak beberapa tahun yang lalu muncul peraturan bahwa seseorang yang berpraktek sebagai bidan haruslah seorang sarjana. Kalau tidak maka tidak akan mendapat surat izin praktek. Karena dia sangat menyukai profesi sebagai bidan, apa boleh buat, diapun mendaftar jadi mahasiswa di usia yang sudah tidak muda lagi. Alhamdulillah, dia berhasil menyelesaikan kuliah tersebut dan meraih titel sarjana. Diapun semakin bersemangat untuk melanjutkan kiprahnya di klinik bersalinnya itu. Atas kehendak Allah suatu hari dia jatuh sakit. Pada awalnya seperti sesuatu yang tidak terlalu serius. Ternyata penyakitnya mengharuskannya dirawat inap di rumah sakit. Selama perawatan itu dokter menjelaskan bahwa penyakitnya cukup serius. Dia dirawat sekitar dua minggu di rumah sakit. Pada akhir masa perawatan itu dia menyadari bahwa dia tidak mungkin lagi meneruskan pekerjaannya sebagai bidan. Anak-anaknyapun menganjurkan agar dia beristirahat total dari mengurus klinik. 

Banyak kejadian-kejadian yang serupa. Kita bekeinginan atas sesuatu, berusaha menggapai yang kita inginkan, ternyata tidak dapat dicapai. Ketika kita tidak berhasil mendapatkan yang kita inginkan, hendaknya kita segera sadar bahwa segala sesuatu hanya akan terjadi kalau Allah mengijinkannya.

****   
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar