Sabtu, 28 November 2015

Sebuah Perjalanan Safari

Sebuah Perjalanan Safari    

Perjalanan darat ke kampung itu berakhir tadi malam. Alhamdulillaah kami telah sampai kembali dengan selamat, berkat pertolongan Allah, di rumah di Jatibening. Tentu cukup banyak pengalaman dan cerita sebenarnya selama melakukan perjalanan ini. Sebahagian sudah ditulis beberapa waktu yang lalu. Cerita-cerita itu terputus penulisannya ketika kami mendapat musibah, berpulangnya saudara kami WW dengan sangat mendadak di Rumbai - Pekanbaru.

Ringkasan dari perjalanan panjang itu, terutamanya perjalanan kembali ke Jatibening, aku ceritakan sebagai berikut. 

Kami berangkat dari kampung Koto Tuo Balai Gurah, hari Kamis tanggal 19 November yang lalu, jam setengah dua siang. Tujuan kami adalah Pekanbaru. Perjalanan yang lumayan lancar. Berhenti untuk makan siang di Lubuk Bangku sesuai dengan rencana. Makan di Lubuk Bangku ini memang jadi favorit sekaligus nostalgia. Untukku pribadi, cerita nostalgianya kembali ke hampir setengah abad yang lalu, ketika pertama kali aku meninggalkan kampung, ikut dengan kakak sepupu yang membawaku melanjutkan sekolah SMA di Rumbai. Waktu itu setiap kali pergi dan pulang ke kampung, bus yang aku tompangi selalu singgah di sini. 

Perjalanan kami teruskan melalui jalan berliku, melalui jembatan kelok sembilan yang baru. Kondisi fisik jalan umumnya bagus. Lalu lintas boleh dikatakan sepi. Kami dapat melaju cukup kencang. Mampir shalat maghrib sebelum Danau Bingkuang. Lanjut lagi ke Rumbai dan sampai di sana jam setengah delapan malam. Enam jam di perjalanan, termasuk waktu untuk istirahat makan dan shalat, masih terhitung sangat normal dalam menempuh jarak sekitar 220 km ini. 

Tadinya ada rencana untuk berkeliling pula sedikit di Riau ini. Misalnya pergi melancong ke Siak, atau ke Bagan Siapi-api yang agak jauh. Tapi rencana itu batal.

Setelah melewati hari-hari bertakziah (selama tiga malam), kami tinggalkan Rumbai - Pekanbaru pada hari Rabu 25 November untuk kembali ke Jatibening. Berangkat dari Pekanbaru jam setengah tujuh pagi. Atas saran seorang sahabat kami mengambil jalan lintas timur. Jalan ini mulai dari Pekanbaru melalui Rengat dan terus ke Jambi sepanjang lebih dari 450 km. Kondisi jalan cukup bagus. Kita bisa memacu kendaraan dengan kecepatan rata-rata 60 km per jam. Ternyata pemukiman di sepanjang jalan ini cukup rapat. Ada kota-kota kabupaten baru yang belum pernah aku kenal seperti Pangkalan Kerinci. Dan sudah menjadi kota yang lumayan rapi dan ramai penduduknya. Kami melaju melalui Rengat tanpa masuk kota dan berbelok ke kanan di jalan lingkarnya untuk terus ke Jambi. 

Jam empat sore kami sampai di Jambi. Perjalanan diteruskan ke jurusan Palembang. Menurut perkiraan seandainya kami teruskan ke Palembang kami akan sampai di sana sekitar jam sepuluh atau sebelas malam. Aku tidak berniat untuk menyelesaikan jarak itu malam ini. Maksimum sampai jam delapan malam, yang artinya setelah 13 jam lebih menyetir, kami akan mencari tempat menginap. 

Kami sampai di Sungai Lilin jam setengah delapan malam, Jaraknya 620 km dari  Pekanbaru. Di sana kami menginap di sebuah hotel sederhana malam itu. Aku bisa tidur nyenyak. Terbangun menjelang subuh ketika terdengar suara orang mengaji cukup dekat. Aku keluar mencari mesjid. Ternyata mesjid itu terletak di belakang hotel.

Mendekati jam tujuh, sesudah dapat sarapan setangkap roti dan secangkir kopi kami lanjutkan perjalanan. Palembang masih 130 km lagi. Kami lalui jalan yang bergelombang naik turun tapi kondisinya cukup bagus. Sampai kira-kira 30 km menjelang masuk Palembang lalulintas mulai tersendat. Banyak truk besar di hadapan. Kita benar-benar harus bersabar untuk mendahului setiap truk besar itu.

Jam sepuluh kami sampai di Palembang tanpa masuk kota. Singgah di sebuah rumah makan. Sesudah makan mampir lagi di sebuah toko pempek karena si Tengah yang akan pulang minggu depan minta dibelikan 'kapal selam' asli dari Palembang. Perjalanan kami teruskan keluar dari Palembang. Lalulintas tersendat. Bahkan di sebuah tempat terhenti total selama 30 menit. Anehnya, setelah kami melewati tempat itu tidak terlihat penyebab macet total itu. Tidak ada kecelakaan, tidak ada penutupan jalan karena perbaikan. Nah, yang terakhir ini segera kami temukan berikutnya. Ada bagian jalan yang dibeton. Pekerjaan itu dilakukan sebagian-sebagian sehingga jalan harus buka tutup. Tersendat lagilah kami hampir setengah jam pula. 

Kami berhenti untuk shalat zuhur di sebuah mesjid di Kayu Agung. Ada himbauan dari pengurus mesjid ditulis besar-besar agar tidak meninggalkan kendaraan tanpa dijaga. Agar tidak meninggalkan barang berharga dalam kendaraan. Pengurus mesjid tentu tidak main-main dengan himbauan seperti itu. Maka kami tidak mau mengambil resiko. Kami shalat bergantian.

Perjalanan dilanjutkan. Masih dengan masalah yang sama. Harus mendahului iring-iringan truk besar. Pekerjaan ini memerlukan konsentrasi dan cukup melelahkan. Jam setengah tujuh kami sampai di Menggala. Saat itu sedang turun hujan. Aku putuskan untuk beristirahat di kota ini malam itu. Sehari itu kami hanya menempuh jarak 370 km selama 12 jam berkendaraan. 

Hotel di Menggala jauh lebih baik dari yang di Sungai Lilin malam sebelumnya. 

Hari Jumat pagi kami tinggalkan kota Menggala menuju Bakauheni melalui Bandar Lampung. Kami lebih santai. Pagi-pagi ini tidak terlalu banyak truk di jalan. Kami mampir di sebuah rumah makan di jalan lingkar Bandar Lampung. Dan seterusnya berhenti di sebuah kampung sekitar 20 km di luar Bandar Lampung untuk shalat Jumat. Sesudah shalat Jum'at perjalanan diteruskan. Kami sampai di Bakauheni jam setengah dua dan langsung naik ke kapal ferri. Jam dua kapal tersebut berangkat menuju Merak. Perlu waktu 3 jam untuk sampai di pelabuhan di ujung pulau Jawa ini. 

Kami mampir lagi untuk makan di Merak sebelum meneruskan perjalanan pulang. Jam setengah enam kami tingalkan Merak. Aku serahkan stir ke si Bungsu untuk menyelesaikan etape terakhir ini. Alhamdulillaah, kami sampai dengan selamat di rumah di Jatibening jam setengah sembilan malam. Kendaraan kami telah menempuh jarak 3960 km selama pengembaran 18 hari. Kecuali 120 km terakhir, aku yang selalu duduk di belakang kemudi selama perjalanan safari ini.

****                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar