Minggu, 15 November 2015

Pulang Kampung Melalui Jalan Darat (2)

Pulang Kampung Melalui Jalan Darat (2) 

Aku terbangun jam empat kurang seperempat. Langsung mandi dan bersiap-siap untuk shalat subuh. Aku memperkirakan waktu subuh di sini sekitar jam setengah lima kurang. Karena tidak ada petunjuk arah kiblat di kamar aku keluar ke mushala hotel yang sangat sederhana untuk shalat witir sambil menunggu waktu subuh. Tidak ada terdengar suara kesibukan mesjid di dekat hotel ini. Jam setengah lima aku kembali ke kamar dan shalat berjamaah bertiga. Setelah itu kami harus menunggu jam enam untuk sarapan.

Kami berangkat meninggalkan hotel jam tujuh kurang. Mampir mengisi bensin sebelum melanjutkan perjalanan. Mulanya target berikut adalah kota Bangko. Tapi sepertinya aku salah hitung. Bangko hampir 700 km jaraknya dari Kotabumi, sementara kami hanya akan jalan di siang hari. Jadi mustahil untuk sampai di Bangko sore ini. 

Mungkin karena masih pagi, jalan lumayan sepi. Aku bisa memacu mobil kami sampai masimum 80 km perjam. Kami lalui Bukit Kemuning, Martapura, Baturaja. Di Baturaja kami terhalang hampir seperempat jam di pintu kereta api menunggu kereta api pengangkut batubara lewat. Kereta api itu sangat pelan sekali jalannya dan sangat banyak gerbong batubara yang ditariknya. 

Yang agak mengesalkan bagiku adalah hampir tidak ada tanda / batu petunjuk jarak di pinggir jalan di sepanjang perjalanan ini. Kita selalu berada 'at the middle of no where'. Kita mencoba mengetahui keberadaan kami dengan bantuan GPS hapenya si Bungsu, yang sayangnya sering kehabisan baterai.  Sebelum masuk waktu zuhur kami berhenti di sebuah mesjid sebelum Muara Enim. Mesjid yang bersih dengan air yang banyak. Setelah shalat kami makan siang dulu di sini. Rupanya ada yang terlupa menceritakan. Kami membawa bekal nasi dan lauk pauk dari rumah. Ini meniru cara kami melancong di Perancis. Nasi disiapkan untuk dua hari di jalan.

Sebelum dan sesudah Muara Enim ada perbaikan jalan. Setelah Muara Enim ada bagian jalan yang sudah dikeruk aspalnya di bagian yang rusak tapi belum dirapikan dengan aspal baru. Bagian yang dikeruk itu berbentuk persegi panjang dan cukup banyak. Di jalan seperti ini kita terpaksa berjalan perlahan-lahan.   

Setelah Muara Enim kami lalui Lahat. Di sini kami mengisi bensin lagi. Seterusnya Tebing Tinggi. 15 tahun yang lalu aku ingat betul kota ini masih sebuah kampung atau mungkin kota kecamatan yang sangat sepi. Tahun 2000 yang lalu kami pernah ingin berhenti dan istirahat di sini karena sudah jam tujuh malam, tapi tidak ada penginapan. Akhirnya kami terpaksa melanjutkan perjalanan ke Lubuk Linggau. Tapi Tebing Tinggi sekarang rupanya sudah diperluas sebagai ibukota kabupaten baru, meski sebagian besar masih hutan. Ada jalan lingkar yang harus dilalui.Dan ada pemukiman-pemukiman yang kelihatan masih baru. Keluar dari Tebing Tinggi mengarah ke Lubuk Linggau ada beberapa bagian jalan yang rusak tapi tidak banyak. Kami berhenti di kampung Aer Beso, untuk shalat maghrib. 

Hampir jam setengah delapan kami sampai di hotel Hakmaz Taba di Lubuk Linggau. Sebuah hotel dengan label 'syariah'. Sebuah hotel yang lumayanlah untuk beristirahat malam itu, sesudah menyetir selama 12 jam.

****
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar