Kamis, 21 September 2017

Mengikuti Pengajian Di Youtube

Mengikuti Pengajian Di Youtube 

Salah satu hikmah dari kemajuan teknologi saat ini adalah mudahnya kita mengakses banyak hal melalui perangkat hape atau gadget yang kita bawa kemana-mana. Termasuk di antaranya aneka tontonan melalui youtube. Dan tontonan itu banyak sekali variasinya, mulai dari yang bisa mendekatkan kita kepada Allah sampai ke yang menggiring kita kepada kemurkaan-Nya. 

Aku cukup tertarik mendengarkan pengajian-pengajian yang disampaikan oleh ustadz-ustadz muda yang cukup banyak jumlahnya. Pengajian seperti ini sangat bermanfaat untuk memperluas pemahaman kita tentang agama. 

Namun yang tidak bisa dihindarkan (sepertinya) adalah pemahaman-pemahaman yang kadang-kadang agak bertolak belakang antara satu dan lain ustadz. Ada ustadz yang menerangkan aturan-aturan dalam menjalankan perintah agama yang didasarkan semata-mata kepada petunjuk Al Quran dan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits Rasulullah itu menyangkut apa-apa (1) yang beliau sabdakan, (2) yang beliau kerjakan (3) dan yang dikerjakan sahabat dan beliau lihat lalu beliau biarkan.  Kalau yang di luar itu, meskipun menurut pendapat 'sementara orang' adalah perbuatan baik, tapi karena tidak termasuk ke dalam tiga ketentuan tersebut, sebaiknya tidak dikerjakan.

Lalu ada pula ustadz yang menerangkan bahwa tidak selamanya amalan-amalan itu dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti misalnya, amalan Bilal bin Rabbah, yang Nabi bertanya apa amalan Bilal sehingga beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar suara detak terompahnya di surga, yang dijawab bahwa dia selalu menjaga wudhu dan mengerjakan shalat sunah setiap habis berwudhu. Nabi tidak mengerjakan yang demikian. Tapi, bukankah ini termasuk kategori ketiga yang disebut di atas?    

Ustadz yang lain pula mengatakan bahwa tahlilan untuk orang yang baru meninggal tidak ada dicontohkan Rasulullah, yang padahal sewaktu beliau masih hidup sudah banyak umat Islam yang meninggal, termasuk puteri-puteri beliau shallalalhu 'alaihi wa sallam. Lalu kelompok yang pro tahlilan mengajukan hujjah bahwa amalan tersebut ada dilakukan oleh ulama sesuadah tabiut-tabi'in. Artinya jauh sepeninggal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ada pula ustadz yang dalam penyampaiannya merinci bahwa masalah fikih atau pelaksanaan amalan-amalan itu menurut imam-imam mahzab yang empat. Misalnya melafadzkan bacaan bismillah di awal alfatihah dijahar atau dikeraskan menurut imam Syafi'i, tidak dikeraskan menurut imam Hanafi. Sayangnya beliau tidak menjelaskan pendapat masing-masing imam itu menurut hadits yang mana. Seyogianya tidak mungkin imam-imam tersebut sampai kepada keyakinan yang berbeda tanpa dasar yang jelas.

Cukup menarik mengikuti pendapat-pendapat yang berbeda tersebut. Hal ini melatih kita untuk kritis dalam memahaminya.    

****              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar