Minggu, 26 Agustus 2018

Memotong Hewan Kurban 1439H

Memotong Hewan Kurban 1439H 

Amal yang dapat dipelihara kelangsungannya mudah-mudahan mempunyai nilai khusus di sisi Allah. Inilah harapan kami, jamaah mesjid Al Husna di Komplek Depkes II. Yang jadi panitia pelaksanaan kurban berkurang juga satu persatu dari tahun ke tahun, namun alhamdulillah kebersamaan dalam bergotong-royong di Hari Raya Aidil Adha masih tetap dapat dipertahankan. 

Gotong royong di hari pemotongan itu adalah kerja bersama para jamaah mulai dari memotong-motong daging kurban, membuat tumpukan, memasukkannya ke dalam kantong siap untuk dibagikan dan terakhir sekali membagikannya kepada masyarakat dari perkampungan di sekitar komplek. Sudah bertahun-tahun acara yang sama kami lakukan. 

Jumlah hewan kurban di komplek kami terhitung banyak setiap tahun. Tahun ini ada 17 ekor sapi ditambah 16 ekor kambing. Untuk menyembelih sapi kami minta bantuan petugas dari rumah potong, yang memang sudah terampil. Petugas ini yang merebahkan sapi, menyembelihnya, menguliti dan memotong daging sapi itu dalam bongkahan besar. Selanjutnya para jamaah yang meneruskan memotong-motong daging tersebut dalam ukuran lebih kecil. 

Pekerjaan besar itu dimulai jam setengah sembilan pagi dan berakhir jam lima sore. Kami beristirahat untuk shalat zhuhur dilanjutkan makan siang (nasi kotak) dan kembali diistirahatkan untuk shalat asar. 

Beberapa hari sebelumnya, kami telah membagi-bagikan kupon kepada masyarakat sekitar komplek. Seperti tahun-tahun sebelumnya ada 1600 lembar kupon yang dibagikan. Maka di hari pemotongan jumlah kantong yang disiapkan harus sama banyak dengan kupon yang sudah dibagikan. Sesudah shalat asar para pemegang kupon sudah ramai di luar pagar mesjid, sementara kami masih menyelesaikan kantong-kantong terakhir. Lewat sedikit dari jam empat rombongan penerima daging kurban itu diizinkan masuk pekarangan mesjid satu per satu dengan kawalan petugas keamanan komplek. Sekitar jam lima semua kantong habis dibagikan. Alhamdulillah.

Petugas mesjid dibantu beberapa orang melanjutkan pekerjaan membersihkan beranda mesjid tempat kami bergotong royong.  

****     

Sabtu, 26 Mei 2018

Manejemen Waktu Berbuka Puasa

Manejemen Waktu Berbuka Puasa 

Berpuasa di masa kanak-kanak dulu di kampung jelas sangat berbeda suasananya. Kami tinggal di kampung yang belum punya penerangan listrik, yang malamnya, ketika bulan belum muncul gelap luar biasa. Kalam piriak kami menyebutnya.

Maka ibu-ibu harus menyiapkan makanan untuk berbuka puasa sebelum sinar siang mulai menghilang. Almarhumah ibuku, sudah siap biasanya sekitar jam setengah enam, ketika kita berbuka di sekitar jam enam petang. Makanan  sudah ditata di atas tikar sementara kami menunggu beduk maghrib dipukul di mesjid. Karena kami berenam yang ketika itu masih kanak-kanak, berbuka artinya adalah makan malam seutuhnya. Ada pabukoan entah kolak pisang dengan ketan atau apapun, yang seharusnya untuk menandai berbuka puasa. Bagi kami itu bukan prioritas pertama. Langsung nasi. Karena kami sedang lapar-laparnya.   

Sesudah makan nasi, dan biasanya ditutup pula dengan kolak pisang, kami pergi ke mesjid. Shalat maghrib terlambat diteruskan dengan shalat isya plus shalat tarawih berjamaah. Aku ikut pula bertadarus sesudah itu di mesjid dan pulang sekitar jam sepuluh malam dalam kegelapan yang kalam piriak tadi itu.

Yang lebih tepat, seperti di rumah mak tuo kami di sebelah, beliau makan pabukoan dulu membatalkan puasa lalu bersegera shalat maghrib. Sesudah shalat maghrib barulah makan besar.  

Sekarang aku biasanya berbuka dengan seteguk minuman atau sebutir dua butir kurma, atau sepiring kecil pabukoan lalu segera ke mesjid untuk shalat maghrib berjamaah. Waktunya agak pas-pasaan. Begitu sampai di mesjid hanya beberapa puluh detik sebelum iqamah. Pulang dari mesjid barulah makan nasi. Ada juga jemaah yang makannya nanti setelah shalat tarawih.

Mungkin karena kita tidak lagi tinggal di suasana gelap gulita, istriku sering masih sibuk memanaskan makanan ini itu yang dimasak tadi sore. Padahal memakan masakan yang terlalu panas itu tidak pula nyaman. Kepinginnya begitu sampai di rumah sesudah shalat maghrib kita semua bisa duduk bersama di meja makan. Tapi kenyataannya, ketika aku pulang, tidak jarang istriku masih shalat maghrib dulu, karena sesudah makan pabukoan dia masih sibuk dengan urusan kompor. Shalat jadinya tidak di awal waktu.  

**** 

Jumat, 04 Mei 2018

Mie Kadin Di Jogya

Mie Kadin Di Jogya   

Meski dalam kondisi masih sakit, aku diajak anak mantu pergi makan malam di Mie Kardin hari Kamis pekan yang lepas. Alasannya karena mudah-mudahan mie ini yang minim resikonya untuk asam uratku. Maka kami berkunjunglah ke kedai mie yang konon sudah ada sejak tahun 1947. Sudah lumayan tua juga umurnya. Setelah sampai, samar-samar kembali ingatanku bahwa dulu (entah kapan) aku juga pernah berkunjung ke tempat ini dengan rombongan teman-teman. 

Kedai atau warung atau apapun lah namanya cukup luas. Dengan meja yang juga lumayan banyak jumlahnya (aku tidak menghitungnya). Di latar paling belakang ada jejeran gerobak penggodog mie. Ada lima atau enam, tapi malam itu yang beroperasi hanya tiga buah. Yang beroperasi, menggodog pesanan demi pesanan mie yang sepertinya tiada henti-hentinya. Perlu kesabaran untuk mencicipi mie godog di tempat ini karena memang harus disiapkan porsi demi porsi di atas tungku anglo. Dan itu dilakukan oleh ketiga gerobak yang beroperasi itu. Tiga gerobak yang lain menurut cerita baru dioperasikan di akhir pekan, karena pengunjung warung ini lebih membludak.

Banyak pelayan berseragam hilir mudik. Yang mencatat pesanan dan yang mengantar pesanan yang sudah jadi. Kami berenam, termasuk Hamizan dan Fathimah memesan mie godog (mie rebus maksudnya) dan setelah itu menunggu. Sebuah penantian yang lumayan lama. Kesimpulan pertama, kalau kita datang dengan perut lapar untuk makan malam di tempat ini, pilihannya pasti kurang tepat. Kalau lagi lapar, restoran Padang adalah tempat yang tepat dengan servis kilatnya.  

Sambil menunggu, aku mengamati si tukang masak yang benar-benar tidak henti-hentinya menyiapkan setiap pesanan. Lumayan melelahkan juga pekerjaannya. Aku tidak tahu apakah di setiap gerobak hanya ada satu orang tukang masak atau ada penggantinya.

Yang menarik pula, di teras di pinggir jalan, di ketinggian (karena tempat makan berada di hamparan lebih rendah dari jalan) ada orkes musik yang tidak henti-hentinya membawakan lagu-lagu jadul. Keberadaan orkes musik ini yang mengingatkanku bahwa aku sudah pernah dulu mampir ke sini. Entah bagaimana pula kerjasama pemain orkes musik dengan pemilik warung mie Kadin. Yang pasti hiburan musik ini menurut cerita selalu hadir setiap malam di tempat ini.  

Pesanan kami akhirnya datang. Bagiku rasa mie rebusnya biasa-biasa saja. Tapi aku benar-benar kagum dengan usaha yang sudah berumur, dengan melibatkan banyak sekali pekerja (tukang masak dan pelayan-pelayan) ini. 

Nama dagangnya Kadin, karena lokasinya dekat kantor Kamar Dagang, dan juga karena nama yang mengawali usaha ini mbah Karto Kasidin, yang foto mereka (suami istri) dipajang di dinding di belakang meja kasir. 

****                          

Senin, 30 April 2018

Terkapar Di Perjalanan

Terkapar Di Perjalanan   

Ada undangan dari seorang sahabat yang sekarang jadi pengusaha di Tawangmangu Solo untuk reunian. Yang ini bukan reunian sekolahan tetapi kumpul-kumpul mantan pengurus sebuah Yayasan puluhan tahun yang lalu. Untuk memperjelas cerita, di awal tahun sembilan puluhan kami mendirikan sebuah yayasan dakwah di Balikpapan. Kami adalah karyawan perusahaan-perusahaan (terutamanya perusahaan Total, Unocal, Vico, Pertamina) serta beberapa orang ustadz mendirikan yayasan tersebut untuk mendakwahi masyarakat di lokasi-lokasi transmigrasi di sekitar Balikpapan. Banyak kegiatan kami waktu itu.

Yayasan itu masih ada sampai sekarang. Kami mantan  pengurusnya (apalagi yang tidak tinggal di Balikpapan) sudah tidak banyak mengetahui keberadaannya lagi. Nah, reuni yang diadakan di Tawangmangu adalah untuk membahas keberadaannya tersebut.

Undangan dari tuan rumah (mantan karyawan Vico) sudah disampaikan sekitar dua bulan yang lalu. Pertemuan itu dijadwalkan akan dimulai tanggal 27 April.

Kebetulan anak kami si Tengah ada acara mengikuti suaminya yang sedang dinas ke Jogya sejak tanggal 24 April. Dia mengajak mampir ke Jogya sebelum ke Solo biar bisa bertemu Hamizan dan Fathimah. Dan ajakan ini langsung kami terima. Perjalanan pun di atur sedemikian rupa. Berangkat dari Jatibening hari Rabu tanggal 25, di Jogya bersama anak, mantu dan cucu sampai hari Jum'at, seterusnya hari Jumat dilanjutkan ke Tawangmangu. Begitu rencananya.

Berangkat dari rumah hari Rabu siang hampir tidak ada masalah. Memang kaki kananku agak bengkak, tapi bisa berjalan normal. Sampai di Jogya tiba-tiba saja kaki itu terasa berat. Berjalan jadi tertatih-tatih. Waktu shalat maghrib berdua dengan Izan, kaki itu terasa sangat nyeri. Izan terheran-heran melihat aku tidak bisa melipat kaki dengan benar waktu duduk di antara dua sujud. Agak aneh datangnya gangguan seperti ini, karena aku yakin tidak ada salah-salah makan. 

Malam itu kami pergi mengunjungi adik ipar yang anak-anaknya tinggal di Jogya. Selama kami bertamu di rumahnya, kakiku terasa makin sakit. Pulang ke penginapan naik ke tempat tidur untuk kemudian terkapar. Aku sangat kesakitan dan berjalan dengan sangat susah ke kamar kecil yang hanya 4 - 5 langkah saja dari tempat tidur. Repotnya lagi, setiap dua jam sekali aku harus bolak balik ke kamar kecil untuk buang air kecil, yang terpaksa dibantu istriku.

Hari Kamis pagi aku semakin tak berdaya rasanya. Untung ada kemenakan, suami istri dokter yang tinggal di Jogya, datang ke hotel melihat keadaanku pagi itu. Aku diberi obat. Menjelang siang keadaanku agak membaik. Sudah bisa melangkah ke kamar kecil dengan lebih santai. 

Akhirnya aku putuskan untuk membatalkan melanjutkan perjalanan ke Tawangmangu. Sayang sekali memang, karena tujuan utama kami justru menghadiri pertemuan di sana. Soalnya aku khawatir jika keadaan yang sama terulang, kalau aku melanjutkan perjalanan dua tiga jam dengan mobil. 

Rencana pulang melalui Solo di hari Ahad dimajukan menjadi hari Sabtu dari Jogya. Alhamdulillah, menjelang maghrib hari Sabtu itu kami sampai di Jatibening. 

****
             

Selasa, 24 April 2018

Karangan Bunga Di Tempat Melayat

Karangan Bunga Di Tempat Melayat  

Ketika melayat ke rumah gedongan, ada pemandangan yang semakin menjadi trend sekarang, yaitu bertaburan karangan bunga berukuran besar, berwarna-warni, di sepanjang kedua sisi jalan, menuju rumah duka. Dengan tulisan mencolok ucapan berduka cita atas meninggalnya bapak Fulan yang disertai nama dan alamat pengirimnya. Entahlah kalau hal ini bisa dikatakan awal dari sebuah tradisi.

Yang mengherankan bagiku, adakah manfaat dari karangan-karangan bunga itu untuk si mayat? Pasti tidak ada sedikitpun. Atau adakah manfaatnya untuk menghibur keluarga yang ditinggal? Rasanya juga bukan. Yang benar-benar mendapat manfaat tentu saja si penjual karangan bunga. Karangan-karangan bunga itu lumayan mahal harganya, konon ada yang sampai setengah juta rupiah. Bagi si pembuat dan penjualnya ini adalah lahan usaha yang sangat menguntungkan. Orang kedua yang mendapat manfaatnya adalah petugas kebersihan yang harus menyingkirkan puluhan karangan bunga itu sesudah beberapa hari suasana berduka, karena tentunya dia akan mendapat uang jasa ekstra untuk pekerjaan tersebut.

Biasanya memang, yang mengirim karangan bunga adalah handai tolan yang tinggal jauh atau yang kebetulan sedang sangat sibuk sehingga tidak sempat datang melayat. Padahal seharusnya melayat orang meninggal (yang kita kenal itu) sangat dianjurkan bahkan disebutkan dalam salah satu hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam, sebagai kewajiban Muslim terhadap Muslim. Kita datang melayat untuk paling tidak ikut menyalatkan jenazahnya. Akan lebih sempurna lagi kalau kita ikut mengantar jenazahnya ke pemakaman. Melayat seperti ini yang pasti ada manfaatnya buat si mati, ketika kita ikut mendoakannya dalam shalat jenazah.

Di beberapa kesempatan melayat aku pernah menyaksikan orang-orang yang hadir tidak ikut menyalatkan jenazah. Mungkin mereka hadir hanya sekedar menunjukkan simpati saja kepada keluarga si mati. Seandainya setiap orang faham makna dari melayat, yang sebenarnya merupakan peringatan bagi diri kita masing-masing bahwa kitapun suatu ketika akan menjadi jenazah. 

****                     

Senin, 16 April 2018

Ketika Si Kucing Putih Beranak

Ketika Si Kucing Putih Beranak    

Sudah pernah dibahas bagaimana sayangnya si Bungsu terhadap kucing. Kucing-kucing kampung yang tersia-sia. Suatu hari, sekitar setahun lebih yang lalu dia membawa pulang seekor anak kucing berwarna putih bermata biru. Katanya, kucing itu diangkatnya dari selokan dekat kantornya. Kurus dan sepertinya sudah beberapa hari tidak diurus induknya. Entah induknya masih ada.

Kucing putih kecil itu (betina) dirawat si Bungsu dengan seksama, seperti biasanya. Diberi makan dan dikasih minum susu (Ultra). Oleh si Bungsu kucing putih itu diberi nama Cici. Dan dibawa ke kantornya setiap hari. Kucing itu bertumbuh menjadi besar dan sehat. 

Peraturan perkucingan di rumah kami tetap sama, kucing tidak boleh masuk ke dalam rumah. Dan Cici cukup bermain di pekarangan belakang. Yang eloknya, dia rupanya tidak suka kelayapan. Tidak pernah sekali juga dia keluar pekarangan kami. 
 
Sampailah dia cukup umur untuk kawin. Entah dari mana saja datangnya, beberapa ekor kucing jantan kampung datang menghampir. Dan si Cici pun bunting. Dan akhirnya melahirkan anak. Empat ekor dan terlihat sehat-sehat dan gemuk. Pada waktu anak kucing itu lahir si Bungsu sedang ke luar kota. 

Yang terjadi kemudian sangat menyedihkan. Anak-anak kucing yang baru berumur satu hari itu dibunuh dan bahkan dimakan oleh salah satu kucing jantan. Keempat-empatnya. 

Kasihan sekali melihatnya. Si Bungsu yang dikabari bahwa kucingnya sudah beranak, sangat excited tentu saja. Tapi kemudian ketika diberitahu bahwa anak-anak kucing itu dibunuh 'bapak'nya, si Bungsu pasti sangat sedih. Namun apa boleh buat, sudah seperti itu ketentuannya. Entahlah kalau si kucing Cici juga bersedih kehilangan anak-anaknya itu. Dia terlihat biasa-biasa saja.

Tidak berapa lama kemudian, dia sudah kawin dan bunting lagi. Si Bungsu membelikannya kandang besi  berjeruji untuk dia melahirkan anaknya nanti. Dan Cici pun melahirkan kedua kalinya. Kali ini tiga ekor semua berwarna putih. Alhamdulillah, anak-anaknya terlindung di dalam kandang berjeruji. Si kucing jantan pemakan anak masih suka datang, meski setiap kali datang kalau terlihat pasti kami usir. 

Kucing-kucing kecil itu saat ini sudah berumur sebulan lebih. Sudah semakin lincah.


     

Tadarus (3)

Tadarus (3) 

Apa sajakah kegunaan gadget dengan whatsapp? Tentu banyak. Tapi ada satu manfaat yang kami ambil. Untuk bertadarus al Quran. Bertadarus artinya membaca al Quran bergantian dalam sebuah kesinambungan bacaan ayat-ayatnya. Bertadarus biasanya lebih sering dilakukan di bulan Ramadhan, sesudah shalat tarawih di mesjid. Peserta tadarus hadir bersama-sama dan bergantian membaca. 

Bagaimana pula dengan tadarus melalui WA? Agak berbeda tentu saja. Pesertanya berada di tempat yang berjauhan, bahkan ada yang di balik bumi di Amrik sana. Masing-masing peserta merekam bacaannya yang kemudian dikirim ke grup tadarusan. Waktunya tidak ditentukan. Setiap peserta bisa membaca di waktu yang disukainya, entah tengah malam, menjelang subuh, sesudah subuh atau kapan saja. Tinggal menyimak bacaan sebelumnya lalu dilanjutkan. Meski kadang-kadang bisa terjadi bacaan beberapa peserta ternyata pada ayat-ayat yang sama karena waktu mengajinya bersamaan.

Grup tadarus kami dimulai hampir satu setengah tahun yang lalu. Anggota grup ada sekitar 30 orang, tapi yang benar-benar aktif mengaji hanya sekitar sepuluh orang. Yang lain sepertinya masih rajin menyimak saja. Perlu waktu sekitar tiga bulan untuk menamatkan al Quran. Agak lama sebenarnya tapi telah berjalan seperti itu dengan tertib. Dua hari yang lalu kami menyelesaikan putaran kelima. Begitu selesai langsung dilanjutkan dengan putaran berikutnya.  

Apa saja manfaat dari tadarus seperti ini? Untuk sebahagian anggota adalah untuk memperbaiki tajwij dan bacaan al Quran. Karena tidak jarang orang biasa mengaji tapi tanpa ada yang membantu memperbaiki ketika dia salah baca. Huruf-huruf hijaiyah itu banyak yang hampir serupa dan kita cenderung sulit membedakannya kalau tidak berhati-hati. Misalnya membedakan sin, syin, shad dan tsa, bagi sebagian orang cenderung semua jadi s (sin) saja. Ada lagi kemiripan antara dzal, zai, zha. Antara tha dan ta. Antara alif, 'ain dan hamzah. Dan sebagainya. Belum lagi masalah panjang pendek bacaan. Masalah berdengaung atau tidak.

Bacaan peserta disimak dan dikomentari ketika memang ada yang keliru. Ditunjukkan kekeliruannya. Alhamdulillah, lumayan banyak kemajuan yang dicapai sementara peserta. Tentu saja sangat tergantung juga dari kesungguh-sungguhan mereka untuk memperbaiki kesalahan.

****                                  

Rabu, 11 April 2018

Apa Rezeki Itu Sebenarnya?

Apa Rezeki Itu Sebenarnya?     

Kebanyakan orang menyangka bahwa rezeki itu adalah materi yang diperoleh. Ketika melihat orang yang kaya secara materi, banyak hartanya, dikatakan bahwa rezekinya baik. Sebaliknya ketika seseorang berkekurangan dilihat dari materi yang dipunyainya orang akan mengatakan bahwa rezekinya seret. Benarkah demikian?

Aku mendengar sebuah ceramah dari seorang ustadz melalui youtube yang sangat mengena. Beliau menjelaskan bahwa rezeki itu tidak selalu identik dengan materi atau harta. Lalu apa itu rezeki menurut beliau ini? Rezeki adalah kenikmatan yang dianugerahkan Allah kepada hamba Nya. Beliau berikan contoh. Ada orang yang diberi atau diizinkan Allah memiliki harta yang banyak. Rumah gedung besar, kendaraan mewah, simpanan berlimpah ruah. Tapi dia tidak diberikan nikmat dengan apa yang dia punyai. Dia tidak betah tinggal di rumah. Dia kesal luar biasa ketika mobilnya tersendat-sendat dalam kemacetan. Dia diharuskan berpantang makanan karena berbagai penyakit yang diidapnya. Orang seperti ini, meski hartanya banyak, tapi rezekinya sangat minim dalam kumpulan harta itu.

Sebaliknya ada orang yang tinggal di gubuk sederhana. Dia berkeliling setiap malam berjualan nasi goreng sambil mendorong gerobak. Di kala musim hujan dia sering kehujanan. Tapi semua dijalaninya dengan santai. Keuntungannya tidaklah seberapa, tapi alhamdulillah, ada saja hasil yang dapat dibawanya pulang untuk dinikmati keluarganya. Istrinya bahagia. Anak-anaknya bahagia. Hidup mereka anak beranak terasa nikmat. Itulah rezeki yang mereka dapatkan dari Allah. 

Ditambahkan lagi contoh lain. Orang yang hartanya banyak. Tidur di kamar yang punya penyejuk udara di kamar yang luas. Kasurnya empuk. Tapi hampir setiap malam dia tidak bisa tidur. Dia harus minum obat penenang agar bisa tertidur. Obat penenang yang dosisnya harus ditambah setiap kali. Dia tidak mendapatkan nikmat atas harta yang dimilikinya.

Bandingkan dengan anak seorang tukang pulung yang tidur dalam gerobak yang ditarik ayahnya. Beralaskan karton, berselimutkan koran bekas. Dia tidur dengan sangat pulasnya. Bapak dan ibu dan anak-anak tukang pulung ini setiap malam tidur di gubuk reot. Tapi Allah berikan kepada mereka rezeki berupa nikmat tidur.

Begitulah Allah memberikan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki.    

****                     

Sabtu, 07 April 2018

Peringatan Allah Dalam Setiap Kematian

Peringatan Allah Dalam Setiap Kematian   

Ketika mengamati kematian siapapun di sekitar kita, bagiku memang selalu sangat menyentak ke dalam hatiku. Bahwa ini adalah suatu giliran yang selalu bergulir dan pada waktunya pasti akan sampai kepadaku. Cerita tentang kematian ini cukup sering aku tulis dalam catatan harian ini.

Malam Jum'at kemarin, seorang jamaah mesjid kami, rekan sama mengaji tafsir Al Quran setiap Sabtu sore, yang beberapa hari sebelumnya terlihat sehat wal'afiat, bahkan pekan lalu baru pulang dari perjalanan wisata ziarah bersama rombongan jamaah mesjid kami, meninggal dunia. Bukan hanya aku, tapi banyak jamaah lain terkaget-kaget mendengar pengumuman yang dibacakan melalui pengeras suara mesjid, begitu kami sampai di rumah dari shalat isya berjamaah, bahwa bapak MR baru saja meninggal dunia. Kami saling bertelepon mendengar pengumuman ini untuk mencari kesahihan berita itu. Dan tidak ada yang tahu persisnya. 

Sekitar dua pekan yang lalu, kami mengunjungi warga komplek jamaah mesjid yang sedang sakit dan dirawat di rumah. Ada lima orang. Di kunjungan terakhir pak MR ikut hadir dan bercerita kepadaku bahwa ada seorang kenalannya yang sakitnya hampir sama dengan bapak T yang kami kunjungi. Di antara lima orang jamaah yang kami kunjungi itu ada yang sudah lebih setahun sakit. Pak MR sangat sehat ketika itu. Tapi itulah yang terjadi, kalau waktunya sudah sampai. Beliau yang sangat jarang sakit, menurut cerita istrinya hanya beberapa hari saja mengeluh tidak enak badan. Hari Kamis dibawa ke rumah sakit dan oleh dokter disuruh opname. Ternyata malamnya sekitar jam tujuh, beliau sudah dijemput malaikat maut. 

Di malam yang sama, puteri sulungku berbagi cerita, bahwa teman anaknya (teman cucuku Rayyan) yang duduk di kelas satu SD baru pula meninggal. Kevin nama anak itu, kena demam berdarah dan dirawat di rumah sakit. Hari Kamis pagi, masih masih menyibukkan dirinya menghafalkan surat-surat juz Amma untuk sertifikasi di sekolahnya. Hari Kamis sore masih berbincang-bincang dengan orang tuanya. Lalu tiba-tiba nafasnya sesak. Oleh dokter dicoba menolongnya. Tapi ternyata itu adalah saat-saat tarikan nafasnya yang terakhir. 

Aku tidak kenal orang tuanya. Hanya mendengar cerita saja. Meleleh air mataku. Begitu kalau ketetapan Allah sudah jatuh. Aku hanya berkomentar singkat pada pesan WA membalas pesan si Sulung. 'In sya Allah si Kevin itu akan jadi penghuni jannah.'

Berbagai cara dan kejadiannya ketika malaikat maut datang menjemput. Yang bagiku sekali lagi selalu menyentak. Giliranku pasti akan sampai. Terbayang di pikiranku, akupun akan terbujur kaku seperti itu. 'Allahumma inni as aluka husnul khaatimah.....' (Ya Allah, aku memohon kiranya diberi akhir kehidupan yang baik.)

****

                                       

Senin, 02 April 2018

Ridha Menerima Apapun Ketetapan Allah

Ridha Menerima Apapun Ketetapan Allah   

Ini adalah materi khutbah yang disampaikan seorang khatib dari luar di mesjid komplek kami beberapa waktu yang lalu. Rhidha menerima takdir Allah yang telah berlaku kepada kita yang baik maupun yang buruk. Kebanyakan orang merasa aman-aman dan nyaman saja ketika menerima kemudahan atau keberuntungan tapi sangat tidak siap menerima sesuatu yang buruk. Ketika datang kepadanya anugerah Allah, dia merasa seolah-olah itu adalah sesuatu yang wajar-wajar saja, karena dia merasa sudah berbuat sesuatu sebelum menerimanya. Dan dia bahkan tidak ingat untuk bersyukur kepada Allah.

Akan tetapi ketika menimpanya musibah, entah berupa kerugian dalam perdagangan, entah karena gagal panen di ladangnya, entah karena hilang harta bendanya, atau apapun juga, dia lalu berkeluh kesah. Dia sepertinya tidak ridha dengan musibah yang dialaminya tersebut. Padahal keluh kesahnya itu tidak sedikitpun akan berpengaruh memperbaiki yang sudah ditetapkan Allah. 

Kedua hal yang seperti itu, keberuntungan atau kehilangan sama-sama bisa terjadi setiap saat. Pada waktu menerima anugerah Allah berupa keberuntungan hendaklah kita bersyukur kepada Allah. Karena kalau kita pandai bersyukur atas nikmat Allah, niscaya Allah akan menambah nikmat tersebut. Namun, jika kita kufur, mengingkarinya, tidak bersyukur karena merasa keberuntungan itu adalah hasil jerih payah kita sendiri, maka Allah ingatkan bahwa siksa Allah amat pedih. (Surat Ibrahim ayat 7). 

Sering kita mendengar orang berkeluh kesah, menyesal-nyesali sesuatu yang sudah ditetapkan Allah sebagai hal yang tidak baik baginya. Seseorang menyesali kenapa dulu dia sampai berjodoh dengan si Fulan, yang ternyata selama bergaul sebagai suami istri dengannya hidupnya penuh dengan kesusahan lahir dan bathin. Atau seseorang yang menyesali kenapa anaknya sedemikian nakal sehingga selalu menimbulkan kesulitan.  Padahal berkeluh kesah ataupun menyesal tidak membawa perubahan apapun. Maka seyogianya dia mengembalikan  segala yang menimpanya itu kepada Allah. Dia harus ridha dengan ujian Allah tersebut yang baru setelah itu diiringinya dengan doa permohonan kepada Allah.

'Ya Allah, telah Engkau tetapkan si Fulan menjadi pasangan hidup hamba. Telah Engkau uji kehidupan hamba selama menjadi pasangannya dengan berbagai ujian. Ya Allah, hamba ridha dengan apa yang telah Engkau tetapkan, namun ya Allah, hamba memohon kepada Mu, kiranya Engkau anugerahkan kepada kami kebaikan. Kiranya Engkau jauhkan kami dari segala keburukan dan kesulitan seperti yang sudah lalu.'

'Ya Allah, telah Engkau karuniakan kepada hamba seorang anak, yang lalu Engkau uji hamba dengan kelakuan anak tersebut yang sangat nakal. Ya Allah hamba ridha dengan ujian yang Engkau berikan berupa kenakalan anak hamba tersebut. Hamba telah berusaha mendidiknya dengan sebaik yang hamba bisa, namun hasilnya masih belum mampu memperbaiki perangainya. Ya Allah hamba memohon kepada Mu, kiranya Engkau berikan hidayah kepada anak hamba itu dan Engkau jadikan dia hambamu yang shalih.'  

Hendaknya disadari betul, apapun yang menimpa kita, yang baik atau yang buruk, dia terjadi dengan izin Allah. Maka hendaklah kepada Allah kita kembalikan segala urusan,

****                                

Sabtu, 31 Maret 2018

Miscall Dari Kongo

Miscall Dari Kongo  

Aku pernah membaca berita tentang panggilan telepon dari luar negeri (entah negeri manapun) yang tujuannya untuk kejahatan. Ini mungkin suatu kemajuan akibat semakin canggihnya alat komunikasi. Dulu kita mengalami kiriman email menawarkan kerjasama untuk menerima transferan uang dalam jumlah jutaan dollar. Aku pernah menerima email seperti itu belasan kalau tidak puluhan kali. Umumnya berasal dari salah satu negara Afrika.

Sekarang tentang panggilan telepon, ini adalah sesuatu yang baru. Kemarin hapeku menerima panggilan dari nomor +242 8 0113......... Kebetulan hape sedang tidak di tangan. Aku hanya melihat bukti panggilan saja. Aku harus bertanya terlebih dahulu ke Google kode negara mana +242 tersebut. Dan ternyata dari Kongo. Sebuah negara Afrika.

Aku tidak boleh berprasangka buruk bahwa ini ada kaitan dengan rencana akal-akalan, karena aku belum sempat berbicara, menjawab panggilan tersebut. Tapi yang pasti aku tidak punya kenalan siapapun di Kongo. Entah bagaimana dia tahu nomor hapeku. Atau mungkin nomor yang sekedar dia pencet-pencet saja. Wallahu a'lam.

Ini sekedar peringatan saja barangkali. Karena konon, ada yang mampu menghipnotis dari jarak jauh kalau mendengar suara kita. Naudzubillah. 

**** 

        

Rabu, 28 Maret 2018

Karupuak Sanjai

Karupuak Sanjai   

Karupuak artinya kerupuk dalam bahasa Indonesia. Siapa di antara kita yang tidak kenal dengan kerupuk. Kerupuk umumnya dibuat dari tepung tapioka dengan beberapa macam kemungkinan bumbu. Bisa menjadi kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk bawang dan sebagainya, tergantung bahan apa yang dicampurkan ke dalam adonan tepung tapioka tadi. Karupuak sanjai adalah sesuatu yang lebih sederhana. Sangat sederhana. Singkong mentah diiris tipis seukuran tiga jari tangan memanjang sekitar sepuluh senti digoreng tanpa bumbu apa-apa, bahkan mungkin tanpa garam. 

Yang mula-mula membuat karupuak sanjai dahulunya kemungkinan orang dari kampung Sanjai, sebuah kampung kecil di bagian timur Bukit Tinggi. Kapan dimulainya, wallahu a'lam. Paling tidak sejak aku kecil karupuak sanjai ini sudah ada dengan penampilan yang seperti itu juga. Kalau ditanya apa enaknya, mungkin susah juga menjawabnya karena rasa kerupuk singkong itu  memang  hanya begitu-begitu saja. Yang hebatnya, penjualan karupuak sanjai ini semakin pesat perkembangannya. Di jalan raya antara Bukit Tingi - Padang dan Bukit Tinggi - Payakumbuh, berpuluh-puluh kedai yang berjualan karupuak sanjai (disertai jajanan lainnya) berjejer-jejer, dengan stok kerupuk yang luar biasa banyak. Ada yang lumayan besar. Hampir semua menggunakan kata-kata Sanjai di nama toko atau kedainya. Sanjai Mintuo, Sanjai Nitta, Sanjai Ulfa dan sebagainya. 

Kehadiran kedai atau katakanlah toko kerupuk itu terjadi sejak beberapa belas tahun terakhir. Sepertinya masih tetap berkembang dengan munculnya kedai-kedai baru. Sebelumnya, area yang sekarang ditempati jejeran toko-toko itu adalah sawah. Melihat penampilan setiap kedai yang selalu tertata rapi kita percaya bahwa omset perdagangan karupuak ini cukup besar dan penjualannya berkesinambungan. 

Jenis dagangan kerupuk di setiap kedai itu bervariasi. Ada kerupuk yang dibumbui cabe alias karupuak balado, ada karakkaliang (kerupuk singkong yang dibuat seperti angka delapan),  ada kerupuk berbumbu (dengan daun bawang dan berwarna kuning kunyit). Namun karupuak sanjai asli seperti yang ditulis di atas tetap hadir.

Ada pula yang lebih kreatif membumbui karupuak sanjai menjadi karupuak lado dan menjualnya dengan menggunakan merek dagang sendiri. Di Padang ada beberapa pengusaha seperti ini yang cukup terkenal. Jadi pemandangan biasa di bandara Minangkabau ketika kita melihat orang menenteng kotak karton dengan label dagang berwarna-warni yang isinya adalah karupuak balado alias karupuak sanjai balado.

****
                             

Senin, 26 Maret 2018

Menemukan Kotoran Di Makanan

Menemukan Kotoran Di Makanan 

Menemukan kotoran dalam makanan di sebuah rumah makan sangat mungkin saja terjadi. Jenis kotoran itu bisa bermacam-macam, seperti bangkai lalat, atau bahkan bangkai kecoa kecil, atau rambut dan sebagainya. Pengalamanku yang paling fatal adalah ketika baru mau mulai makan di sebuah rumah makan, tiba-tiba seekor binatang kecil berwarna hitam berjalan dengan gerakan seperti lintah di piringku. Sepertinya makhluk kecil itu keluar dari tumpukan sayur lalapan. Aku menyerahkan piring dengan pemandangan menjijikkan itu ke pelayan restoran. Dia berulang-ulang minta maaf. Tapi yang jelas nafsu makanku hilang sama sekali. 

Pasti tidak nyaman ketika kita menemukan kotoran dalam hidangan yang akan kita makan.  Memberi tahu pelayan rumah makan bisa membantu mengganti atau bahkan menyingkirkan sajian bermasalah itu. Tapi hilangnya selera makan tidak mungkin ditolong. Di rumah makan Minang, di jaman dahulu, konon kalau kita memberi tahu pelayan bahwa ada sesuatu yang menjijikkan di dalam hidangan yang kita hadapi, pemilik rumah makan akan datang minta maaf. Dan dia tidak mau dibayar untuk makanan yang kita makan. Tentu saja dia berharap agar kejadian itu tidak diceritakan ke orang lain. Bagi pemilik rumah makan kejadian itu sangat memalukan. 

Menemukan kotoran di makanan tidak hanya bisa terjadi di rumah makan, tapi bisa di mana saja. Bahkan di rumah sendiri. Juru masak atau yang menata hidangan seharusnya berhati-hati betul dari kemungkinan masuknya kotoran. 

Di sebuah pertemuan warga, hadirin disuguhi semangkuk soto. Rasanya enak. Tapi tiba-tiba, setelah sendokan ke tiga terlihat sehelai rambut hitam panjang dalam genangan kuah soto. Selera makanku langsung buyar. Aku tidak sanggup lagi melanjutkan menikmati soto itu. Seenak apapun hidangan, kalau bertemu hal-hal yang menjijikkan itu nafsu makanku pasti langsung hilang.

Apakah di rumah hal yang sama bisa terjadi? Bisa saja. Ketika yang memasak tidak berhati-hati menjaga kebersihan bahan yang dimasak. Atau mungkin ketidak-rapian yang memasak. Sehingga misalnya rambutnya jatuh dan masuk ke dalam masakan yang sedang dikerjakan.

Bagi sebagian orang mungkin kejadian seperti itu tidak jadi masalah. Tapi bagiku hal itu benar-benar sangat mengganggu.

****
                            

Rabu, 21 Maret 2018

Lucu Juga Obrolan Ini

Lucu Juga Obrolan Ini 

"Bro, aku heran sama orang-orang yang kearab-araban. Ngapain sih, pakai jubah, cadar, jenggotan, ngomong akhi ukhti? Islam ya Islam saja, gak usah bawa-bawa budaya Arab," seorang teman kampung berujar.
.
.
"Ya, gak papa. Toh ya gak nabrak syariat. Gak ngelanggar hukum negara. Gak ada yang dirugikan," jawabku.
.
"Risih aja lihatnya. Hehehe."
.
Aku ikutan senyum.
.
"Bro, Si Boim itu sekarang tajir, loh. Usaha jual ikan cupangnya laris," ucapnya kemudian.
.
.
"Jangan bilang TAJIR. Itu budaya bahasa Arab. Bilang aja sugih."
.
"Eh, iya. Maksudnya kaya raya. Aku ketemu dia hari selasa lalu."
.
"Jangan bilang SELASA. Itu budaya dari Arab juga. Asal katanya Tsalasatun, artinya ke-tiga. Hari ketiga."
.
.
"Ya udah, pokoknya hari setelah hari senin aku ketemu dia."
.
"Hari SENIN itu juga berasal dari bahasa Arab. ISNAINI. Artinya kedua. Hari kedua."
.
.
Temen garuk-garuk kepala. "Iya iya. Monday monday. Udah ah. Aku mau istirahat dulu, capek."
.
.
"Jangan bilang ISTIRAHAT, itu juga berasal dari budaya bahasa Arab. Artinya jeda."
.
.
"Tau, ah. Sudah gak usah bahas-bahas itu lagi. Buat mati gaya aja."
.
.
"Jangan bilang MATI. Itu bahasa Arab juga. Dari kata al-maut. Bilang aja bongko, tumpes, matek, modyar ndasmu, atau sekarat. Eh, jangan SEKARAT ding, itu juga kata-kata dari Arab soalnya."
.
.
_____________
Feel free to share,
Tag sahabat terbaik kamu ya 👍
Yuk berbagi kebaikan dan nasehat 👌
Semoga Allah senantiasa meluruskan niatan kita dalam beramal shalih.
source fb : Muhamad Soheh (facebook.com/sohehaja) 

Selasa, 20 Maret 2018

Takut Berhutang

Takut Berhutang  

Ini kejadian beberapa belas tahun yang lalu yang tidak pernah aku lupakan. Suatu hari aku dan seorang teman lain ditraktir makan siang. Kami bertiga makan di rumah makan Padang di tengah kota Balikpapan. Kedua orang itu (termasuk yang menraktir) bukan orang Padang tapi sangat menyukai masakan Padang. Restoran yang kami datangi yang paling baik masakan Padangnya. Ramai pengunjungnya.

Setelah selesai makan, kami kembali ke kantor. Aku yang menyetir. Tiba-tiba si yang menraktir berteriak kaget dan menyuruh agar kami kembali ke restoran tadi.

'Ada yang ketinggalan?' tanyaku. 

'Tidak,' jawabnya. 

'Lalu kenapa?' temanku yang satunya pula bertanya.

'Pembayaran kita salah,' katanya ringkas.

'Maksudnya? Kamu terlanjur membayar lebih?'

'Sebaliknya...... Ada yang kita makan tapi tidak mereka hitung. Aku tadi memakan paru goreng. Di sini tidak ditulis petugas tadi itu,' dia menjelaskan.

'Alaaaah.... sudah sajalah. Lain kali kita makan di sana baru kita bayar. Kita nanti terlambat kembali ke kantor,' temanku mengusulkan.

'Tidak bisa demikian. Aku tidak mau berhutang. Kalau saja aku nanti siang atau besok mati, dan aku dalam keadaan berhutang, aku tidak mau....'

Aku akhirnya memutar balik mobil kami di sebuah putaran U, kembali menuju restoran tadi. Sesampai di sana si yang menraktir bergegas turun, langsung masuk lagi ke restoran itu. Beberapa menit kemudian dia keluar dengan tersenyum.

'Beres?' tanyaku.

'Beres,' jawabnya singkat.

Lama kami saling diam dalam perjalanan menuju kantor. Tapi akhirnya temanku yang satunya membuka suara.

'Memang berat betul sangsinya kalau kita berhutang lalu kita mati dalam keadaan berhutang?' tanyanya.

'Ya, berat sekali. Beratnya karena ketika kamu disuruh melunasinya nanti di pengadilan Allah di akhirat, kamu tidak punya apa-apa untuk membayarnya.' 

'Tapi.... Seperti kejadian tadi itu. Kan bukan salah kita. Bukankah petugas restoran itu yang salah?'

'Dia yang salah. Dan aku menemukan kesalahannya. Kalau aku diamkan maka akulah yang salah. Apalagi aku sendiri yang memakan paru goreng tadi itu.'

'Seandainya yang aku makan tidak dihitungnya? Apakah kamu akan kembali membayarnya juga?'

'Aku akan kembali membayarnya karena aku yang mentraktir kalian.'

Temanku yang satunya sepertinya menilai hal itu sedikit berlebihan. Paling tidak seperti yang dikatakannya sebelumnya, kan bisa dibayar ketika kita berkunjung lagi ke restoran itu di waktu lain. Tapi aku mencatat betul kejadian itu dalam hatiku. Dan aku sangat setuju dengan teman si penraktir.

****

Senin, 19 Maret 2018

Nama-nama Generasi Orang Tua Kita

Nama-nama Generasi Orang Tua Kita   

Hari Ahad tanggal 25 Februari yang lalu kami (aku dan dua orang kakak sepupu) mengunjungi seorang etek (bibi) di kampung kami. Karena sebelumnya ada seorang saudara yang bertemu sesudah shalat subuh di mesjid memberi tahu bahwa etek itu sedang kurang sehat. Nama beliau Zainab, berusia 92 tahun. Dalam usia setua itu ingatan dan bicaranya masih sangat baik dan teratur. Beliau sangat gembira dengan kedatangan kami. 

'Saya termasuk yang paling tua yang masih hidup di kampung ini,' katanya. 'Saya sudah menghitung-hitung, siapa saja yang masih tinggal di antara orang-orang seusiaku, sejak dari mudik (selatan) sampai ke hilir (utara).'

Beliau menyebutkan beberapa nama. Yang menarik bagiku adalah bahwa ternyata banyak nama yang sama digunakan oleh mereka-mereka seusia beliau. 'Zainab ada lima sampai enam orang di kampung ini,' katanya dan mulai menjelaskan satu persatu. Aku mengenal orang yang disebutkan itu, yang umumnya sudah tidak ada. Nama orang-orang tua kami itu ada Zubaidah (ada lima sampai enam orang Zubaidah pula di kampung itu), ada Fathimah, ada Zakiah (nama ibuku) yang juga ada empat, lima, enam orang dengan nama yang sama. Bagaimana membedakan Zainab yang satu dengan Zainab yang lain? Biasanya dengan menambahkan 'suku' dibelakang nama tersebut. Ada Zainab Tanjung, Zainab Koto Simpang, Zainab Koto Ganting dan sebagainya. 

Nama laki-laki yang juga banyak duplikasinya  adalah Syamsuddin, Zainuddin, Baharuddin. Hanya saja nama paman-paman kami agak tertutupi oleh gelar adat beliau. Sama-sama Syamsuddin tapi yang satu bergelar Sutan Pangulu, yang lain bergelar Panduko Rajo.  

Nama-nama yang jelas berbau 'surau' itu sayangnya tidak berlanjut di generasi kami. 

Kunjungan kami ke rumah etek Zainab jadi sangat bermakna. Empat hari sesudah itu beliau berpulang ke hadhirat Allah. Allahummaghfirlaha - warhamha - wa 'afiha ' wa 'fu'anha....

****           

Minggu, 18 Maret 2018

Sadar Bahwa Sudah Berdosa

Sadar Bahwa Sudah Berdosa 

Setiap kita pasti pernah berbuat salah. Pernah keliru. Pernah berdosa. Karena sebagai manusia memang kita lemah dan mudah tergelincir. Tidak ada manusia yang terbebas dari salah dan keliru. Hanya bedanya, ada di antara kita yang segera sadar ketika terlanjur berbuat salah dan sebaliknya ada yang tidak sadar atau lama sekali baru menyadari kesalahannya.

Suatu hari, ada seorang teman berjumpa di tempat melayat dan dengan lirih mengaku, 'Aku ini orang yang penuh berlumuran dosa. Banyak sekali dosaku. Hadir di tempat kematian seperti ini, kali ini benar-benar menyentak kesadaranku. Aku ini manusia bejat,' ucapnya. 

'Baik sekali kalau kau menyadari bahwa kau berdosa. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah bertaubat kepada Allah,' aku mencoba mengingatkannya.

'Ya..... Aku ingin bertaubat. Tapi apakah dosa-dosaku akan diampuni Allah?' tanyanya ragu-ragu.

'Ada hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan, sebesar apapun dosa seorang hamba, bahkan jika kumpulan dosa itu sebanyak buih di lautan, lalu dia memohon ampun kepada Allah, niscaya Allah akan mengampuninya.'     

Dia memandangku setengah melongo.

'Jadi begitukah? Dosaku akan diampuni Allah?' tanyanya lagi.

'Allah akan mengampuni dosa-dosamu. Tentu saja jika engkau bersungguh-sungguh taubat. Engkau tidak akan melanjutkan lagi berbuat dosa seperti masa lalu,' aku menambahkan.

'Tapi..... Aku terlalu sering menyakiti orang, merampas harta orang bahkan...... aduh..... Dan aku dengar keterangan seorang ustadz yang mengatakan Allah tidak akan mengampuni dosaku sebelum orang-orang yang pernah aku zhalimi memaafkanku....' katanya lirih.

'Begini....' kataku menghiburnya..... 'Pertama kau niatkan untuk mendatangi setiap orang yang pernah kau zhalimi itu untuk minta maaf. Datangi mereka dan minta maaf kepada mereka. Jangan pikirkan apakah dia akan memaafkanmu atau tidak. Mulai melakukannya dengan yang paling mudah. Jika seandainya nanti tidak semua berhasil kau datangi, tapi kau sudah berusaha, mudah-mudahan Allah telah mencatat niatmu untuk minta maaf.'

'Kalau orangnya sudah tidak ada?'

'Minta maaf melalui ahli warisnya.'

Matanya berbinar. Aku berharap dia akan melakukan yang aku nasihatkan kepadanya.

****                                

Selasa, 27 Februari 2018

Kunjungan Dan Rapat Pengurus Yayasan Syekh Ahmad Khatib

Kunjungan Dan Rapat Pengurus Yayasan Syekh Ahmad Khatib 

Rapat pengurus tahunan yang sempat tertunda beberapa tahun terakhir, karena segala sesuatu sepertinya berjalan sangat baik-baik saja di Ma'had Syekh Ahmad Khatib, akhirnya dilaksanakan pada tanggal 26 Februari kemarin. Pada kesempatan ini, kami dewan pembina Ma'had pulang kampung ke Koto Tuo - Balai Gurah untuk menghadiri rapat tersebut. Alhamdulillah bersama kami ikut ustad Rahmat Abu Bakar, pendiri dan pembina Pesantren An Nahl, yang pondoknya ada di beberapa tempat seperti di Bogor dan Bekasi. Ustadz Rahmat adalah seorang motivator yang dakwahnya selalu sangat menarik, mengajak jamaahnya untuk berislam dengan istiqamah dan bercita-cita tinggi untuk mendapatkan keridhaan Allah, sukses di dunia dan akhirat. Beliau biasa memberikan taushiah bulanan di mesjid komplek tempat tinggalku.

Kami berangkat hari Jum'at tanggal 23 Februari. Karena ketatnya jadwal kegiatannya, ustadz Rahmat hadir di Koto Tuo satu malam saja, dan beliau harus kembali ke Bekasi hari Sabtu sore. Namun dalam kunjungan singkat tersebut beliau sempat memberikan ceramah dua kali di Ma'had Syekh Ahmad Khatib, yaitu ba'da maghrib hari Jumat dan dari jam sepuluh sampai jam dua belas siang di hari Sabtu. Ba'da subuh, beliau juga menyampaikan taushiah di mesjid Darussalam Koto Tuo. 

Beliau berbagi pengalaman tentang pembinaan pesantren An Nahl, yang usia pesantren tersebut relatif masih muda tapi sudah mendapat pencapaian yang sangat baik. Ceramah beliau yang menggunakan slide peraga disertai penyampaian yang lugas dan teratur, didengarkan para santri Ma'had Syekh Ahmad Khatib dengan tekun. Kami berharap dapat meniru langkah-langkah positif yang diterapkan An Nahl dalam mengembangkan kemampuan setiap santri sesuai dengan bakat mereka masing-masing, di samping tugas rutin mereka menghafalkan ayat-ayat al Quran.  

Rapat pengurus yang tadinya direncanakan hari Ahad akhirnya ditunda menjadi hari Senin malam. Rapat kali ini untuk memantapkan kepengurusan Yayasan, membuat rencana kerja untuk tahun-tahun mendatang. Masih sangat banyak yang harus dikerjakan untuk kesempurnaan sarana dan parasarana sekolah ini. Di samping asrama santri yang harus dibangun bertahap, sudah perlu pula dipikirkan untuk membangun ruang makan santri dan ruangan khusus serba guna untuk menyambut tamu-tamu, yang kadang-kadang menginap satu - dua malam. 

Pembinaan bakat para santri yang sebenarnya sudah pernah diawali namun terhenti, direncanakan akan diaktifkan kembali dengan penanganan dan bimbingan para ustadz. Untuk pembinaan bakat ini rencananya akan dibuat unit perikanan (kolam ikan), pertanian (memanfaatkan lahan di dalam komplek Ma'had), pertamanan, pertukangan. 

****           

Rabu, 14 Februari 2018

Pasar Kelandasan

Pasar Kelandasan 

Pasar Kelandasan adalah salah satu pasar tradisional di Balikpapan. Pasar yang lumayan bersih. Istriku sangat suka berbelanja di pasar ini, terutama untuk membeli ikan-ikan laut yang segar hasil tangkapan nelayan yang baru diturunkan. Balikpapan ini memang surga untuk hasil laut. Berbagai jenis ikan yang aku tidak semuanya faham namanya. Tidak jarang terlihat ikan-ikan laut yang dijual itu masih hidup. Aku yang biasanya tidak terlalu suka menemani istri berbelanja ke pasar, kalau ke pasar Kelandasan ini tidak berkeberatan. Senang sekali melihat aneka ikan-ikan segar itu. 

Kalau kami berkunjung ke Balikpapan dipastikan ada acara membuat gulai kepala kakap di rumah. Aku sendiri atau istriku yang memasaknya. Pada kunjungan kali ini istriku yang membuatnya. Berbeda sekali rasanya ketika ikan yang dimasak masih segar.

Dan perlu pula berbelanja ikan untuk dibawa ke Jatibening. Kakap besar, udang galah, ikan kuwe. Secukupnya saja, tidak untuk kelebihan berat bagasi pesawat. Semuanya setelah dipotong-potong dan dibersihkan dimasukkan ke dalam freezer untuk dipak ke dalam kotak steorofom. Udang galah memang hasil laut / sungai yang sangat favorit sejak kami tinggal di Balikpapan beberapa puluh tahun yang lalu. Ah, dulu itu.... Setiap kali kami menerima tamu dari kampung atau dari Jakarta, disuguhi dengan udang galah besar digoreng..... Yang bau harumnya memenuhi rumah. Pernah kami mendapat tamu yang benar-benar hanya menyantap udang-udang itu saja....

Ada lagi belanjaan yang murah di pasar ini yaitu kikil sapi. Satu kaki yang di Jakarta harganya sekitar 90 ribu rupiah, di Balikpapan hanya 50 ribu saja. Seperti itu perbandingan harganya empat tahun yang lalu dan masih seperti itu sekarang. Dan istriku membeli beberapa buah kaki sapi yang juga akan dibawa pulang. Caranya sama, dibersihkan lalu disimpan di freezer sebelum dipak untuk dibawa.    

Sudah berakhir pula kunjungan kami selama seminggu di Balikpapan. Hari ini kami kembali ke Jatibening. Dengan oleh-oleh ikan yang dibeli di pasar Kelandasan.

****            

Senin, 12 Februari 2018

Pelaksanaan Shalat

Pelaksanaan Shalat 

Alhamdulillah aku sempat shalat berjamaah di mesjid Namirah di komplek perumahan anak menantuku tinggal. Shalat subuh, zhuhur dan maghrib. Shalat di mesjid ini hampir rutin setiap hari selama di Balikpapan beberapa hari ini. Sempat pula shalat maghrib di mesjid Baitul Mubarak di belakang kantor Total di jalan Bunyu. Mesjid tempat aku dulu shalat rawatib sebelum pindah ke Jakarta, dua puluh lima tahun lebih yang lalu. Dan di mesjid Istiqamah dekat lapangan Merdeka. Mesjid pusat kegiatan Yayasan Ar Rahman.
 
Di ketiga mesjid itu jumlah jamaahnya lumayan banyak, lebih dari tiga shaf. Dengan ukuran shaf yang berbeda tentu saja. Di mesjid Namirah pernah sampai lima shaf di waktu subuh dan tujuh shaf di shalat maghrib. Di mesjid Baitul Mubarak kami shalat maghrib hari Sabtu sore, ada  empat shaf. Menurut menantu, di hari-hari kerja di saat shalat ashar jamaahnya yang terdiri dari karyawan Total (sekarang Pertamina Mahakam) bisa meluber sampai ke teras mesjid. Mesjid Istiqamah adalah yang paling besar. Kami shalat maghrib di sana tadi malam, ada empat shaf mungkin dengan hampir dua ratus jamaah.

Shalat di ketiga mesjid ini sangat berkesan karena dipimpin imam-imam yang sangat fasih dengan bacaan yang tartil. Aku merasa bahwa imam-imam tersebut (yang rata-rata masih muda) adalah para penghafal Al Quran. 

Ada kesamaan pelaksanaan shalat di ketiga mesjid ini. Imam tidak menjaharkan bacaan bismillah di awal Fatihah. Di mesjid Namirah tidak ada doa qunut di waktu shalat subuh. Tidak ada zikir dengan suara yang keras sesudah shalat. Pelaksanaan shalat seperti ini persis sama seperti yang kami lakukan di mesjid komplek kami di Jatibening. 

Dulu selama bertahun-tahun aku menjaharkan bacaan bismillah ketika mengimami shalat. Sampai suatu ketika, sesudah terlebih dahulu menjelaskan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, yang mana beliau ini (Anas bin Malik) menyebutkan bahwa beliau shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi  wa sallam, di belakang Abu Bakar, di belakang Umar bin Khaththab dan di belakang Utsman bin 'Affan, tidak satupun di antara beliau-beliau ini menjaharkan bacaan bismillah. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. 

Sejak beberapa tahun yang lalu aku tidak lagi menjaharkan bacaan bismillah. Bukan karena latah, meniru-niru imam di Masjidil Haram atau di mesjid Nabawi, tapi karena mengimani hadits tersebut. Alhamdulillah, jamaah mesjid di komplek kami bisa menerimanya. 

****

Minggu, 11 Februari 2018

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun    

Sebuah berita mengejut aku terima pagi ini melalui WA tentang berpulangnya seorang rekan sekantor di Total yang usianya 2 - 3 tahun lebih muda dariku. Pak Y, seorang rekan kerja yang sangat gaul dan akrab dengan siapa saja. Itu kesan umumnya rekan-rekan sekantor. Kenapa mengejut? Karena tadi sebelum subuh dia masih mengirim ucapan salam melalui WA. Dengan pesan salam sehat.... Dan dia meninggal sekitar jam tujuh pagi tadi di kampungnya di Kelaten Jawa Tengah. Menurut informasi dia terjatuh di saat lari pagi dan meninggal tidak lama kemudian. 

Rekan Y ini seorang yang gemar berolahraga. Dia rajin melakukan latihan kebugaran dan lari pagi. Yang terakhir ini sepertinya rutin dikerjakannya setiap hari dan menurut informasi dari dia sendiri bisa sampai 10 km jarak tempuh. Ada yang menganggap olah raga yang dilakukannya itu terlalu berat untuk seseorang yang sudah lebih dari enampuluh tahun.

Dia pernah bercerita (waktu kami masih sama-sama aktif di kantor lebih sepuluh tahun yang lalu) bahwa dia harus rajin berolahraga untuk menurunkan kadar kolesterol di tubuhnya. Tanpa olahraga, meski sudah berusaha diet, kadar kolesterolnya cenderung tinggi. Dan kebiasaan berolahraga ini dipertahankannya sampai akhir hayatnya.

Itulah takdir yang berlaku kepada rekan Y. Kita memang tidak akan pernah tahu kapan, di mana dan dengan cara bagaimana kita akan dijemput malaikat maut. Maka seyogianyalah kita berhati-hati dan mempersiapkan diri menjelang datangnya hari H yang pasti akan mendatangi kita.

Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosanya, menerima amal ibadahnya dan menempatkannya di tempat yang selamat di alam barzah.   Aamiin...    

Kamis, 08 Februari 2018

Balikpapan (lagi)

Balikpapan  (lagi) 

Sudah hampir empat tahun aku tidak berkunjung ke Balikpapan. Selama keluarga si Tengah di Perancis selama hampir tiga tahun sampai pertengahan tahun lalu, aku tidak pernah berkunjung ke kota ini. Tapi sejak keluarga ini pulang dari Perancis mereka kembali ke Balikpapan dan kami berkesempatan lagi untuk datang mengunjungi cucu. Sudah sejak beberapa bulan yang lalu kami ditantang untuk datang. Baru hari Rabu tanggal 7 Februari kemarin kesempatan itu bisa direalisasikan.

Surprise pertama yang kami temui adalah bandaranya yang besar dan sangat bagus, yang empat tahun yang lalu masih dalam tahap penyelesaian.  Aku sudah membaca informasi tentang kehebatan bandara baru ini tapi baru kali ini melihatnya. Sudah sangat moderen, rapi dan teratur. 

Kami (aku dan istri) dijemput oleh menantu, si Tengah serta kedua cucu (Hamizan dan Fathimah) dan langsung menuju ke rumah mereka di Balikpapan Baru. Mereka tidak lagi tinggal di rumah perusahaan. Meski baru beberapa pekan yang lalu kami berpisah dengan cucu-cucu ini, pertemuan dengan mereka selalu sangat menyenangkan.

Sore itu aku diajak menantu shalat berjamaah ke mesjid di luar komplek perumahan. Jaraknya mungkin sekitar satu kilometer dari rumah. Sebuah mesjid besar dan megah. Mesjid Namirah namanya. Jamaah shalat maghrib sangat ramai. Menurut menantuku setiap Rabu sore biasanya ada ta'lim di mesjid ini antara maghrib dan 'isya. Tapi kebetulan sore itu penceramahnya berhalangan hadir. 

Pelan-pelan aku menemukan apa yang diceritakan si Tengah bahwa Balikpapan sekarang berbeda (dalam arti kata), banyak sekali mesjid-mesjid yang ramai jamaahnya. Menantuku memperjelas keterangan itu dengan menyebutkan beberapa mesjid lain yang pernah dikunjunginya waktu shalat maghrib dengan jamaah yang banyak terdiri dari beberapa shaf. Waktu kami datang untuk shalat subuh hari Kamis pagi jamaah mesjid Namirah ini lebih 5 shaf, yang artinya lebih dari 150 orang jamaah. Sekitar dua puluh tahunan yang lalu aku hadir shalat subuh di mesjid Istiqamah, jamaahnya mungkin sekitar 40 - 50 orang saja dan rasanya itu sudah terhitung banyak ketika itu. 

Masih menurut si Tengah semangat menjalankan Islam dengan lebih baik juga sangat terlihat di Balikpapan. Banyak majelis-majelis pengajian di mana-mana dengan pengajian sunnah dan diikuti oleh banyak jamaah. 

Semoga cahaya Islam semakin bersinar di kota ini dan menjadi contoh kepada kota-kota lain di Indonesia.

****

Rabu, 07 Februari 2018

Khianat

Khianat

Khianat adalah sebuah cela. Pengkhianat adalah orang yang mencelakai secara pengecut dari belakang orang yang dikhianatinya. Dalam ungkapan orang Melayu pengkhianat dikatakan sebagai penggunting dalam lipatan, penuhuk kawan seiring. Berbeda dengan musuh, yang posisinya sejak awal jelas-jelas berseberangan, berhadap-hadapan, pengkhianat adalah mereka yang awalnya sebarisan. Dia seolah-olah teman seperjuangan tapi ternyata di tengah jalan dia berputar arah. 

Khianat adalah salah satu ciri orang munafik. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  mengatakan tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Kalau berkata dia bohong. Kalau berjanji dia itu mungkir. Kalau diberi amanah dia itu khianat. Berkhianat sepertinya adalah puncak dari kejahatan orang munafik. Pengkhianat yang sangat terkenal di jaman Rasulullah adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, yang membawa pasukannya berbalik arah, pulang ke Madinah, ketika Rasulullah memimpin pasukan menghadapi perang Uhud.  

Kenapa orang berkhianat? Ada berbagai alasan. Karena kedengkian, karena keserakahan, karena dendam. Dengki melihat orang lain berhasil, dan ingin agar dia yang berhasil itu jatuh lalu dikhianati. Atau ingin menguasai harta orang lain dengan cara licik. 

Pengkhianat yang lebih berbahaya adalah dari mereka yang diberi kepercayaan. Mereka yang diamanahi untuk memimpin tapi justru berkhianat kepada yang memberi kepercayaan. Untuk apa? Untuk memperkaya diri. Atau untuk melanggengkan kekuasaan. Pengkhianatan itu dilakukan terang-terangan. Seseorang yang diamanahi untuk melayani masyarakat berbuat justru menyulitkan masyarakat. Atau seseorang yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keadilan malahan merusak tatanan keadilan itu dengan memihak kepada yang bersalah. Semboyan yang berbunyi 'maju tak gentar membela yang benar' mereka ganti menjadi 'maju tak gentar membela yang bayar'

Banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di tengah masyarakat akibat perilaku para pengkhianat. Koruptor yang menyengsarakan rakyat bebas berkeliaran karena tidak tersentuh oleh hukum. Rakyat kecil yahg khilaf karena kelaparan dihukum dengan tegas. Hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, karena yang bertugas menegakkan hukum berkhianat.

****