Selasa, 28 Februari 2017

Jodoh Yang Datang Membawakan Hidayah

Jodoh Yang Datang Membawakan Hidayah

Seseorang berobah menjadi shaleh sesudah menikah dengan seorang wanita shalehah. Karena melalui jodohnya itu hidayah datang. Dia yang tadinya biasa-biasa saja dalam beribadah, tiba-tiba menjadi seorang yang lebih taat. Alangkah eloknya keadaan seperti itu, ketika akhirnya kita mendapat petunjuk dan kemudahan untuk menjalankan perintah agama. Banyak kenalan-kenalan yang aku ketahui mengalami hal seperti itu, baik di lingkungan tempat bekerja dulu ataupun di komplek perumahan tempat aku tinggal. Orang yang tadinya tidak akrab dengan mesjid tiba-tiba menjadi jamaah yang rajin, yang selalu hadir dalam shalat berjamaah. 

Meski keadaan  sebaliknya tentu juga ada. Seseorang menjadi jauh dari ketaatan karena berjodoh dengan orang yang membawanya sibuk dengan urusan dunia. Suami yang sibuk mencari uang untuk memenuhi permintaan-permintaan istrinya. Lalu menjadi sering lupa  mengingat Allah. Atau istri yang tadinya terbilang taat namun kemudian berobah menjadi modis dan selalu berpenampilan gaya karena demikian kemauan sang suami. Yang seperti ini tentu sangat disayangkan. 

Apakah mereka yang berobah jadi taat itu karena dipengaruhi oleh pasangannya secara langsung? Mungkin iya mungkin juga tidak. Ada orang yang mau dan rajin mendakwahi pasangannya dengan memberi contoh, mengingatkan dengan lisan. Semua dilakukannya dengan penuh kesabaran dan santun. Akhirnya pasangannya, dengan izin Allah, menerima dan berobah menjadi baik. Kita menyebut orang seperti ini mendapat hidayah Allah. Karena kalau bukan dengan kehendak Allah tidak mungkin seseorang akan menjadi shaleh dan taat, biar siapapun yang mendakwahinya. 

Hidayah Allah bisa datang dengan berbagai cara. Kita mendengar kisah tentang orang yang tergetar hatinya suatu ketika sesudah mendengar suara azan. Atau orang yang tersentuh sesudah melihat suatu kejadian yang sangat menakutkan. Atau seseorang yang baru saja lepas dari ancaman bahaya besar. Dan berbagai alasan lain. Lalu mereka yang tersentuh itu menjadi seorang yang taat. Sesungguhnyalah siapa yang dikehendaki Allah untuk dapat petunjuk, tidak ada siapapun yang dapat menghalanginya. Begitu pula, siapa yang dibiarkan Allah untuk jauh dari petunjuk alias tersesat, tidak siapapun yang dapat menunjukinya.

Dan salah satu jalan untuk mendapat petunjuk Allah itu bisa saja melalui pasangan hidup kita. Sekali lagi, aku menyaksikan beberapa orang yang aku kenal mengalami seperti itu. Beruntung sekali mereka yang mendapat petunjuk atau hidayah Allah karena dengan hidayah Allah itu dia akan selamat di dunia dan di akhirat kelak.  

****                        

Minggu, 26 Februari 2017

Pedagang Kerisik

Pedagang Kerisik 

Cemooh maksudnya adalah ungkapan kata-kata untuk melecehkan. Melecehkan seseorang atau sekelompok orang yang dinilai tidak proporsional antara keberadaannya dengan prilakunya. Agak sulit juga kan? 

Dalam bahasa Minang disebut cemeeh dan di kampungku disebut cimee dengan huruf e keras pakai apostrof. Cemooh atau cemeeh atau cimee bisa saja ditimpakan kepada siapa saja. Orang yang sangat suka mencemooh disebut pancimee. Kadang-kadang cemeehan itu memakai perumpamaan. Misalnya saja seseorang di cemooh dengan mengatakan; 'galeh kurisiak, maangkekno baupahaan pulo'.  Dagangan hanya kerisik, mengangkatnya mengupah orang pula.

Kerisik adalah daun pisang yang sudah kering. Di jaman pra plastik, penggunaan kerisik sebagai pembungkus sangat dominan. Banyak barang belanjaan di pasar yang biasa dan dapat dibungkus dengan kerisik. Si pedagang kerisik berdagang tanpa modal. Dia membersihkan pohon-pohon pisang di kebun orang dengan mengambil daun pisang yang sudah tua berwarna coklat. Kerisik tadi itu. Si pemilik kebun merasa tertolong ketika daun-daun tua itu dibuang dari pohon pisangnya. Tidaklah si pengumpul kerisik perlu membayar pula ketika dia mengambil daun-daun tua itu. 

Kerisik-kerisik itu lalu disusun dan dilipat untuk dijual ke pasar. Ketika si pengumpul atau si penjual kerisik mengupah orang untuk mengangkat tumpukan kerisiknya, terlihat janggal bagi orang banyak. Barang dagangan tanpa modal dan harga jualnya juga tidak akan menghasilkan banyak uang, dan sangat ringan itu kenapa mesti mengupah orang pula mengangkatnya. 

Perumpamaan  seperti penjual kerisik ini biasanya ditujukan kepada orang yang boros dalam hidupnya. Yang besar pasak dari tiang. Yang penghasilan terbatas tapi banyak belanja. Mereka ini dicemooh. 

Ada yang menilai perbelanjaan negara Indonesia untuk memilih pemimpin sejak dari tingkat kabupaten sampai tingkat negara sebagai pekerjaan yang terlalu mahal biayanya. Bertriliun-triliun rupiah dana yang diperlukan untuk pilkada sampai pilpres. Sementara negara kita ini masih sangat kurang jelas sumber penghasilannya. Biaya pemilihan bupati saja bisa menelan biaya bermilyar-milyar. Sementara ada hampir seratusan kabupaten dan kota di seluruh wilayah Indonesia. Tinggal dihitung berapa biaya total yang diperlukan untuk pilkada-pilkada itu. Dan ternyata keberhasilan penyelengaraan kabupaten yang pemilihan bupatinya berbiaya mahal itu tidak pula maksimal. Ada di antara bupati-bupati itu terpaksa berurusan dengan hukum. 

Saya hanya tercenung memikirkan. Apakah pelaksanaan demokrasi di negeri kita saat ini ada mirip-miripnya dengan pedagang kerisik yang mengupah orang mengangkat dagangannya? 

****

Jumat, 24 Februari 2017

Keramahan Dalam Ucapan Selamat

Keramahan  Dalam Ucapan Selamat    

Salah satu penunjuk keramah-tamahan adalah bertegur sapa dan saling mengucap salam. Ucapan salam secara umum dalam bahasa Indonesia terdiri dari; selamat pagi, selamat siang, selamat sore atau selamat malam. Lalu ada selamat jalan, selamat datang. Selamat makan, selamat menikmati hidangan. Selamat menempuh hidup baru, selama ulang tahun dan sebagainya. Semua ungkapan itu kita ucapkan pada tempatnya masing-masing sebagai rasa simpati yang merupakan bagian dari adab bersopan santun. 

Meski sebenarnya sulit juga mengartikan masing-masing ucapan tersebut secara tepat. Waktu kita mengucapkan selamat pagi, entah yang dimaksud paginya dalam keadaan selamat atau orang yang kita sapa yang kita harapkan dalam keadaan selamat, tidaklah jelas. Lho, memang apa bedanya? Cobalah perhatikan ketika seorang dokter datang mengunjungi seorang pesakit yang sedang merintih kesakitan lalu dia mengucapkan selamat pagi. Apa sebenarnya maksudnya? Jelas itu hanya merupakan ucapan basa basi.

Setiap bahasa pastilah mempunyai ungkapannya masing-masing, seumpama good morning, good afternoon dalam bahasa Inggeris. Tetap saja kata-kata itu tidak punya makna yang jelas selain dari untaian kata-kata bersopan santun. Berbeda dengan ucapan selamat dalam Islam yang adalah merupakan doa. Ketika kita mengucapkan assalamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh, yang artinya keselamatan atas anda (kepada orang yang kita ucapkan salam) disertai rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Sangat jelas alamat yang dituju dan ucapan itu disertai harapan yang disandarkan kepada Allah Ta'ala. Salam dalam Islam tidak membedakan waktu untuk mengucapkannya.

Yang ingin kita bahas  adalah munculnya ungkapan-ungkapan selamat yang baru saja populer dengan keberadaan alat komunikasi dengan fasilitas WA. Di samping membanjirnya ucapan selamat pagi, selamat ulang tahun, selamat-selamat lainnya yang dikirim melalui pesan di grup-grup WA, telah muncul pula ucapan selamat shalat tahajud, selamat shalat subuh, selamat sahur untuk puasa sunah hari Senin atau hari Kamis.

Aku agak geli membaca pesan-pesan seperti ini. Banyak orang menjadi bertambah ramah.  Tapi benarkah seseorang yang akan mengerjakan shalat subuh perlu pula diberi ucapan selamat shalat? Atau jangan-jangan ucapan (tulisan) selamat tersebut itu sekedar untuk mengabarkan bahwa si pengirim adalah seorang yang mengerjakan amalan yang sama. Agak sedikit pamer, bahwa dia akan shalat tahajud, atau akan makan sahur untuk puasa sunah. Wallahu a'lam.   

****            

Senin, 20 Februari 2017

Bertawakkal Sajalah Kepada Allah

Bertawakkal Sajalah Kepada Allah  

Mengamati keadaan sosial dan keadilan di tengah masyarakat saat ini kadang-kadang terasa menyesakkan. Kejanggalan demi kejanggalan dipertontonkan dengan kasat mata. Fitnah bersimaharajalela. Banyak orang yang jadi sesak nafas menyaksikannya. Ulama difitnah dan diintimidasi. Umat Islam diintimidasi. Pembuat onar dilindungi terang-terangan. Aparat penegak hukum yang seharusnya menegakkan keadilan terlihat memihak dan sengaja membela kepentingan kelompok tertentu. Dan itu dipertontonkan terang-terangan. 

Kenyataan seperti inilah yang menyesakkan. Sangat tidak nyaman rasanya melihat perlakuan tidak adil tersebut. Kemana akan minta keadilan? 

Tapi, tunggu sebentar. Kejahilan demi kejahilan yang terjadi ini belum seberapa. Ada negeri yang dilanda fitnah yang lebih dahsyat. Bahkan negara kita inipun pernah mengalaminya. Intimidasi, fitnah, kebrutalan dan kekejaman berlaku dengan lebih mengerikan di tahun-tahun itu. Ulama bukan saja difitnah tapi dibunuh. Umat Islam diteror. Banyak sekali jatuh korban. Sejarah mencatatnya. Nah, sekarang? Belum sedahsyat itu. Mudah-mudahan jangan sampai.

Kemana akan minta keadilan? Ya kepada Allah. Allah Yang Maha Adil. Yang Maha Menentukan. Bertawakkal sajalah kepada Allah. Banyak-banyak berdoa dan berdoalah sekhusyuk mungkin. Agar Allah melindungi kita dari fitnah yang lebih buruk. Agar Allah menghindarkan mala petaka dan kehancuran di negeri ini. 

Tidak usah berkeluh kesah. Tidak usah merintih dalam ketakutan berlebihan. Serahkan urusan ini seikhlas-ikhlasnya kepada Allah. Kalau ada orang yang berbuat makar, melakukan tipu daya, berusaha membuat kerusakan, ketahuilah bahwa Allah mempunyai tipu daya yang lebih hebat. Dan Allah Maha Kuasa untuk menetapkan segala sesuatu.  

Biar kita serahkan penghakiman segala sesuatunya kepada-Nya, karena Dia-lah yang sebijak-bijaknya Hakim.  Mudah-mudahan kita semua dilindungi dan ditolong-Nya dan mudah-mudahan keadilan yang sebenarnya tegak di negeri yang kita cinta ini. Aamiin.

****         

Jumat, 17 Februari 2017

Lihatlah Yang Kita Tinggalkan Di Dunia

Lihatlah Yang Kita Tinggalkan Di Dunia    

Komplek perumahan tempat kami tinggal adalah komplek untuk golongan menengah yang dibangun di awal tahun delapan puluhan. Pada awalnya di sini terdapat rumah tipe 70 dan 50 masing-masing di atas tanah seluas 200m dan 150m. Dalam perjalanan waktu,  rumah-rumah BTN yang sederhana itu sudah hampir semuanya direnovasi, diperluas menjadi rumah-rumah berasitektur mutakhir. Banyak juga yang sudah berganti pemilik.

Pergantian kepemilikan ini yang menggelitik dalam pikiranku. Ada rumah-rumah yang direhabilitasi habis-habisan oleh pemiliknya menjadi rumah baru yang mentereng. Dia nikmati sebentar rumah baru itu. Tapi tidak lama kemudian dia berpulang ke hadirat Allah. Ada beberapa contoh kejadian seperti itu di komplek ini.

Bagiku, itulah cerminan perhiasan dunia. Rumah mentereng yang kita bela-bela supaya terlihat indah dan megah. Alhamdulillah kalau usaha memperindahnya itu dilakukan dengan cara-cara yang halal. Menggunakan dana yang didapat dari hasil tetesan keringat sendiri tanpa disertai dengan bahagian yang tidak jelas alias tidak halal. Dinikmati sebentar, dalam bilangan beberapa tahun, lalu kemudian ditinggalkan. Ada yang meninggalkannya untuk dinikmati anak cucu, tapi banyak pula yang anak cucu seolah-olah tidak memerlukannya. Mereka juga sudah memiliki rumah yang dibina sendiri.

Kembali dengan kasus di komplek kami, maka ada rumah-rumah yang ditinggal mati pemilik itu akhirnya dijual dan uangnya dibagi-bagi oleh anak-anaknya. Kami masih mengenal rumah itu sebagai rumah bapak Fulan, tapi sekarang ditempati oleh pemilik baru yang membelinya. Alhamdulillah sekali lagi kalau anak-anak yang membagi warisan itu berdamai-damai saja. Karena tidak jarang pula terjadi pertengkaran dalam memperebutkannya. Dalam hal yang terakhir ini, betapa kasihannya bapak Fulan, si pemilik mula-mula. Harta peninggalannya tidak membawa kebaikan bagi keluarga yang ditinggalkannya.  

Apa yang terjadi di komplek kami ini tentu terjadi juga di mana-mana. Bahkan mungkin dengan skala yang lebih besar. Seindah-indah rumah di komplek ini, terletaknya hanya di atas tanah seluas 200an meter persegi. Di luar sana ada rumah gedung yang bangunannya saja konon kabarnya ribuan meter persegi luasnya. Gedung megah luar biasa, yang untuk membersihkannya saja diperlukan beberapa orang pembantu rumah tangga. Entah kenikmatan apa yang diperoleh pemiliknya. Kenikmatan yang hanya dalam waktu yang singkat, lalu setelah itu ditinggalkan untuk selama-lamanya ketika maut menjemput. 

Dan agama kita mengajarkan, bahwa segalanya itu akan dipertanggung-jawabkan di pengadilan Allah di hari kiamat kelak. Tentang kemegahan-kemegahan yang kita pertontonkan selama hidup kita yang hanya sebentar. Dari mana kita mendapatkan uang untuk membiayainya, apa tujuan kita dalam bermegah-megah tadi itu, apakah ada unsur kesombongan dan ketakaburan, atau adakah unsur mubazir dan sebagainya. Setiap tanya yang akan kita jawab apa adanya, dan kita akan mendapat hukuman Allah untuk kesalahan dan dosa yang kita perbuat dalam mengelola harta.

****                              

Selasa, 14 Februari 2017

Kepikunan

Kepikunan  

Kita menjadi semakin tua dengan bertambahnya umur. Sampai suatu saat datang ajal menjemput. Ada seorang teman mempopulerkan ungkapan, menjadi tua adalah suatu kepastian, menjadi sehat itu pilihan. Maksudnya, anda bisa memilih untuk menjadi sehat dengan mematuhi aturan-aturan tertentu dalam hidup, atau anda tidak memilihnya dengan cara menjalani hidup semberono. Ringkasnya, kalau anda ingin sehat, hiduplah secara teratur, dengan mengatur pola makan, pola istirahat, pola pikir dan pola olah raga. Meski semua itu tidak selamanya menjamin seseorang akan benar-benar sehat dalam menjalani hidupnya. 

Ada orang yang hidup sampai mendekati atau bahkan melewati usia seratus tahun. Orang-orang seperti itu berada dalam ketuaan yang sesungguhnya. Sebahagian (kecil?) masih cukup sehat fisiknya sebagai orang tua, meski tetap tidak bisa menutupi jejak ketuaan seperti rambut yang memutih, kulit menjadi keriput, gigi pada copot dan sebagainya. Dan Allah masih memberikan nikmat hidup. 

Allah berfirman di dalam surat Yasin ayat 68 yang artinya; 'Dan siapa yang Kami berikan usia lanjut, akan Kami kembalikan kepada seperti keadaan semula (lemah, tak berdaya). Apakah mereka tidak memikirkan?' Seperti itu ketetapan Allah. Orang-orang yang Allah lanjutkan usianya menjadi tua, tapi fisik mereka dijadikan lemah kembali. Yang lebih parah lagi ada di antara yang sudah berusia lanjut itu menjadi pikun. Pikun artinya pikirannya mulai tidak jernih atau bahkan sangat kacau. Perbuatan dan perkataannya kembali seperti kanak-kanak. Sepertinya beliau-beliau yang seperti ini tidak sadar dengan apa yang diperbuat atau dikatakannya. Ada orang tua yang sudah pikun mengulang-ulang perkataan atau kalau bertanya mengulang-ulang pertanyaan yang sama.

Orang-orang tua seperti itu menjadi ujian kesabaran bagi mereka-mereka yang berada di dekatnya. Entah anak atau cucu ataupun kerabat yang lain. Terutama sekali bagi anak-anak yang sadar keadaan orang tua yang pikun dan harus melayaninya sebaik mungkin. Perlu ketelatenan dan kesabaran. Jika seorang anak memperlakukan orang tuanya yang sudah pikun itu dengan semena-mena menurut hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, hal itu akan menghalanginya untuk masuk surga Allah kelak. 

Kepikunan tentulah bukan sesuatu yang disengaja tapi dia datang dengan sendirinya kalau Allah berkehendak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk berdoa kepada Allah agar terhindar dari kepikunan dengan doa seperti pada hadits  berikut; 

 Ø­َدَّØ«َÙ†َا Ø£َبُÙˆ Ù…َعْÙ…َرٍ Ø­َدَّØ«َÙ†َا عَبْدُ الْÙˆَارِØ«ِ عَÙ†ْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْÙ†ِ صُÙ‡َÙŠْبٍ عَÙ†ْ Ø£َÙ†َسِ بْÙ†ِ Ù…َالِÙƒٍ رَضِÙŠَ اللَّÙ‡ُ عَÙ†ْÙ‡ُ Ù‚َالَ Ùƒَانَ رَسُولُ اللَّÙ‡ِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ ÙŠَتَعَÙˆَّØ°ُ ÙŠَÙ‚ُولُ اللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø¥ِÙ†ِّÙŠ Ø£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ الْÙƒَسَÙ„ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ الْجُبْÙ†ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ الْÙ‡َرَÙ…ِ ÙˆَØ£َعُوذُ بِÙƒَ Ù…ِÙ†ْ الْبُØ®ْÙ„ِ
Allahumma innii a'uudzubika minal kasali, wa a'uudzubika minal jubni, wa a'uudzubika minal harami, wa a'uudzubika minal bukhli - yang artinya - Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas, dan berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, dan berlindung kepada-Mu dari kepikunan dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir.  (hadits riwayat Bukhari). 

Mudah-mudahan Allah melindungi kita dari kepikunan.

****

Minggu, 12 Februari 2017

Tidak Punya Bakat Berbisnis

Tidak Punya Bakat Berbisnis    

Ada di antara teman-teman yang sudah pensiun mempunyai usaha untuk hari tua, yang disiapkan sejak lama, sebelum pensiun. Ada yang punya rumah kos-kosan, ada yang punya toko di mall-mall, yang memiliki beberapa buah taksi dan sebagainya. Cerita lanjutannya bermacam-macam. Ada yang berhasil dan ada yang gagal. Tergantung dari keberuntungan masing-masing yang diberikan Allah. 

Ada yang beruntung dalam menjalankan usaha. Bahkan ada yang mendapat menghasilkan uang lebih banyak dari waktu dia dulu jadi karyawan. Seorang teman membeli tanah pertanian di sebuah kampung di kaki pegunungan yang relatif sunyi. Dibangunnya pondok-pondok kecil ketika dia masih aktif bekerja. Dibuatnya kolam-kolam ikan. Kebetulan di tempat itu air gunung melimpah. Waktu dia pensiun dia pindah ke tempat itu dan memulai usaha dengan kolam-kolam ikan dan berkebun kecil-kecilan. Usaha itu maju pesat luar biasa.

Namun ada pula yang gagal total. Seorang teman pernah dengan sangat bersemangat membuka usaha dagang dengan uang pensiun. Sebelum mulai dia begitu yakin bahwa dia itu sebenarnya sangat berbakat dagang karena orang tuanya dulu adalah pedagang. Disewanya toko untuk jangka waktu cukup panjang, lima tahun dan dimulainyalah usaha dagang tersebut. Namun apa yang terjadi? Di tahun ketiga usahanya kolaps.   

Aku sendiri tidak berbakat dan tidak punya intuisi untuk berbisnis. Pernah juga ikut-ikutan mencoba menanamkan uang dengan membeli sepetak toko di sebuah mall. Tentu saja sesudah diceramahi oleh rekan yang sudah lebih dahulu mengerjakannya. Karena di atas kertas segala sesuatunya tampak seperti nyata bahwa investasi ini 'pasti' untung. Beli, kemudian disewakan, sewanya sekian-sekian pertahun dan seterusnya, panen tiap tahun. Indah sekali. Ternyata kenyataan tidak seindah angan-angan. Toko itu disewa seorang pedagang pemula selama satu tahun. Dia gagal dan tempat berjualan itu dikembalikannya. Beberapa lama menganggur sementara biaya service charge jalan terus. Akhirnya istriku mencoba berjualan di sana. Tidak sampai setahun, diapun menyerah. Diiklankan lagi bahwa toko tersebut dikontrakkan dengan harga lebih murah. Disewa orang setahun dua tahun, tapi setelah itu kosong lagi. Padahal itu di sebuah pusat perbelanjaan. 

Waktu masih bekerja dulu kami diberi kesempatan untuk membeli saham perusahaan di  kantor pusatnya di Paris, dengan harga diskon. Pembayarannya dicicil dari pemotongan gaji. Menurut peraturan saham itu belum boleh dicairkan sebelum cicilannya lunas. Setelah cicilan lunas ada rekan sekantor yang mencairkannya untuk berbagai keperluan. Aku membiarkannya saja dengan niat akan digunakan kalau benar-benar perlu di saat pensiun nanti.  Menjelang pensiun di tahun 2007 harga satu lembar saham itu 66 euro dan 1 euro waktu itu senilai 1.40 dollar lebih, atau setara dengan 16,500 rupiah. Ada yang berbisik waktu itu agar saham itu dicairkan dan dibelikan emas, yang harganya ketika itu lebih kurang 120,000 per gram. Aku sama sekali tidak tertarik.

Aku sama sasekali tidak punya feeling bahwa harga-harga itu akan berubah drastis. Lagi pula aku sudah meniatkan akan membiarkannya saja untuk keadaan 'darurat'. Ternyata kemudian, harga saham tersebut turun dan tidak pernah mencapai harga itu lagi. Di saat paling buruknya harganya pernah tinggal separuhnya. Sekarang harganya sekitar 45 - 47 euro. 1 euro = 1.08 dollar atau = 14,000 rupiah. Sementara harga emas 500,000 rupiah per gram. 

Pada suatu kesempatan lain ada seorang tetangga menawarkan rumahnya karena dia ingin pindah dan tinggal bersama anaknya di tempat lain. Istriku yang dihubungi tetangga itu (seorang janda) menanyakan kepadaku bagaimana kalau kita beli saja rumahnya. Jawabku waktu itu, untuk apa lagi rumah sementara kita sudah punya rumah. Tidak ada terbayang di otakku bahwa pembelian itu bisa berupa sebuah investasi. Dan kami tidak membelinya. Rumah itu akhirnya dibeli tetangga lain. Sekarang, sepuluh tahun kemudian, harganya sudah empat kali lipat.   

Menyesal? Tidak juga. Aku hanya menyadari bahwa aku sangat tidak berbakat dalam urusan bisnis.

****        

Minggu, 05 Februari 2017

Antara Martabak Dan Martabat

Antara Martabak Dan Martabat 

Siapa yang tidak kenal dengan martabak? Penganan khas yang dijual orang di mana saja di sepanjang jalan di tengah kota, biasanya oleh pedagang kaki lima. Ada dua macam martabak. Martabak manis dan martabak asin. Yang manis dibuat dari tepung terigu dengan berbagai macam bahan penyertanya, adonan yang sangat kental lalu dimasak di cetakan khusus. Sesudah adonan itu masak dilamuri dengan mentega dan aneka macam pemanis, sebelum akhirnya dilipat dan seterusnya dipotong-potong siap untuk disantap. Martabak asin pula adalah lembaran tepung terigu juga yang dijadikan pembungkus adonan potongan daging dan daun bawang yang diaduk dengan telur bebek, digoreng di sebuah wajan ceper. Martabak asin ini nantinya disantap dengan ditemani acar mentimun dan bawang dicampur cuka dan kecap. Martabak manis dan asin dijual oleh pedagang yang sama, di rombong atau gerobak yang sama, tapi tidaklah untuk disantap bersamaan. Memakan yang manis dan yang asin bersamaan, kalau kata orang kampung saya kalimuncungan rasanya. Artinya, dua rasa yang tidak pas untuk dikombinasikan.  

______

Tersebutlah kisah tentang sebuah perkara yang lumayan rumit. Seorang yang berambisi untuk menjabat lagi dalam rangka mengkampanyekan dirinya sendiri terlanjur mengeluarkan ucapan yang menohok kitab suci umat Islam. Sebuah perkara yang mungkin dia sendiri tidak menyangka akan sebegitu hebat dampaknya. Dia dinyatakan telah menistakan ayat al Quran dan berujung diadili sebagai seorang terdakwa. Diapun menjalani sidang pengadilan yang dilaksanakan sekali seminggu. Seperti layaknya sebuah pengadilan maka didatangkanlah saksi-saksi.

Salah seorang saksi itu adalah pemimpin para ulama. Seorang yang sudah sepuh tapi sangat berwibawa dan penuh kharisma. Beliau juga seorang yang paling dituakan di organisasi masa terbesar umat Islam Indonesia. Kesaksian beliau adalah sesuatu yang wajar-wajar saja, untuk menanyakan apakah benar yang dilakukan si terdakwa tadi itu dapat dinilai sebagai suatu penistaan.

Namun yang terjadi agak diluar dugaan. Orang tua sepuh yang jadi saksi ini, di ruang pengadilan tersebut dicecar oleh si terdakwa serta tim penasihat hukumnya dengan soalan-soalan yang seolah-olah beliau itu yang menjadi terdakwa. Tidak tanggung-tanggung beliau dituduh sebagai pembohong dan digertak akan diperkarakan. Beliau harus berada di ruang pengadilan itu sampai tujuh jam lamanya. Benar-benar sesuatu yang luar biasa. Telah terjadi sesuatu yang kalimuncungan di ruang sidang itu, ketika terdakwa dengan keangkuhannya memperlakukan saksi dengan sangat tidak sopan. Yang terjadi ibarat memakan martabak manis dan martabak asin bersamaan. Dalam serangan mereka itu tanpa mereka (terdakwa dan penasihat hukumnya) sadari telah membuka cacadnya sendiri yang sangat mungkin bisa menjadi perkara yang lain pula.

Yang terjadi sesudah itu mungkin tidak diperhitungkan pula oleh si terdakwa. Masyarakat, terutama anggota organisasi masa sang kiyai secara bersamaan mengecam dan bahkan ada yang mengancam si terdakwa. Apa-apa yang diungkapkan terdakwa dan penasihat hukumnya bisa-bisa menyeretnya ke persoalan hukum yang lain. Sepertinya sang terdakwa dan para penasihat hukumnya baru sadar sesudah itu dan bahkan terlihat ketakutan.

Yang sangat mengherankan kita, yang pergi menyambangi sang kiyai  sesudah 'malapetaka' di ruang pengadilan itu adalah seorang menteri senior disertai petinggi tentara dan polisi. Menurut menteri itu hanya kunjungan biasa karena beliau sudah saling kenal sejak lama dengan sang kiyai. Tapi orang-orang yang tidak buta segera faham bahwa kunjungan tersebut bukan sekedar kunjungan silaturrahim karena memang tidak terlihat sama sekali seperti itu. 

Seandainya benarlah yang disangka banyak orang bahwa kunjungan petinggi-petinggi ke rumah sang kiyai dalam rangka melembutkan hati beliau untuk memberi maaf, kita jadi bertanya-tanya, apa hal yang demikian tidak salah pasang? Kok sebegitu benar pembelaan atau pertolongan untuk si tersangka yang jumawa? Di mana martabat petinggi-petinggi ini?  

Si terdakwa kononnya juga ingin datang minta maaf, tapi sang kiyai berlaku sangat bijak. Kalau urusan maaf, beliau sudah memaafkan. Tapi kalau untuk bertemu, beliau menolak. Khawatir umat akan bertambah marah. 

Entah bagaimana akan berakhirnya pengadilan untuk si terdakwa ini nanti.

****