Kamis, 28 Juli 2016

Di Antara Dua Pemahaman Yang Berbeda Tentang Bid'ah

Di Antara Dua Pemahaman Yang Berbeda Tentang Bid'ah            

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan, 

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. Muslim no. 867).

Para ustadz tidak ada yang menyangkal hadits tersebut di atas. Tapi selalu saja ada yang berbeda pendapat dalam memahaminya. Tanpa menyebutkan kelompok mana untuk masing-masing, ada golongan yang begitu ketat pemahamannya sehingga apa saja yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, langsung dikatakan bid'ah. Walaupun kadang-kadang timbul juga pertanyaan kritis kita apa memang seperti itu benar ketatnya? 

Contoh, pernah seorang ustadz menyampaikan bahwa berkurban itu hanya boleh dengan unta, sapi atau kambing. Lalu ada yang bertanya, bagaimana hukumnya kalau ada yang berkurban dengan kerbau? Ustadz mengatakan, bahwa tidak ada contoh dari Rasulullah tentang itu. Beliau cenderung menganggap bahwa yang demikian itu bid'ah. Lalu dilanjutkan pertanyaan, apakah berkurban kambing itu hanya benar-benar dengan memotong kambing? Tidak boleh domba? Sang ustadz agak bingung menjawabnya.  

Lalu ada lagi pertanyaan, dengan apa zakat fitrah harus dibayar? Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanya mencontohkan dengan kurma atau dengan gandum? Lalu kalau kita membayarnya dengan beras apakah dikatakan kita tidak mencontoh Rasulullah?

Sebaliknya ada pula kelompok lain yang yang menganggap setiap amalan asal 'baik' tidak bisa dikatakan bid'ah, walaupun tidak dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kelompok ini lalu mengatakan (entah bersungguh-sungguh atau bukan, kita tidak tahu), bukankah di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam orang tidak ada yang pergi berhaji dengan pesawat? Apakah kalau sekarang kita pergi menggunakan pesawat akan dikatakan bid'ah pula? Atau, dulu tidak ada azan pakai mikrofon, lalu yang sekarang pakai mikrofon akan dikatakan bid'ah? Kelompok terakhir ini menganggap bahwa yang tidak boleh dirobah itu hanya yang menyangkut ibadah wajib saja. Shalat, puasa, zakat, berhaji tidak boleh kita kerjakan diluar yang telah dicontohkan Nabi, baik tata caranya, waktunya atau tempatnya. Sedangkan untuk ibadah bukan wajib, selama itu 'baik' boleh dikerjakan.

Ada pendapat ketiga yang mungkin lebih mudah kita fahami. Yaitu yang mengatakan bahwa apa-apa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat dalam amalan sehari-hari (bukan yang wajib-wajib saja) yang dilakukan dengan kondisi dan prasarana yang ada pada jaman beliau, haruslah kita ikuti apa adanya. Ini untuk menjawab bahwa kita tidak lagi menggunakan unta untuk pergi berhaji karena sekarang ada alat transport yang lebih baik dari unta. Begitu juga dengan mikrofon untuk mengumandangkan azan yang dulu di jaman Nabi belum ada. Tentang berkurban dengan kerbau, menurut pendapat ini, adalah dengan mensebandingkannya dengan sapi, seperti mensebandingkan kambing dengan domba, jadi boleh-boleh saja. 

Adapun amalan-amalan lain yang oleh sementara orang dianggap baik seperti misalnya menujuh-bulankan wanita hamil, tahlilan dihari-hari ke sekian sesudah kematian seseorang, harus kita fahami bahwa yang demikian itu tidak dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Padahal di jaman beliau juga ada wanita hamil. Juga ada kaum muslimin yang meninggal. Tapi tidak pernah beliau contohkan ada upacara khusus untuk hal-hal tersebut.

Mudah-mudahan kita bisa lebih bijak dalam memahami setiap amalan, agar tidak keliru.

Wallahu a'lam.

****

Selasa, 26 Juli 2016

Calon Penduduk Neraka Yang Tidak Sempat Dilihat Nabi (Dari Suaracitizen.com)


Calon Penduduk Neraka Yang Tidak Sempat Dilihat Nabi (Dari Suaracitizen.com)
  
Suaracitizen.com – 

Mukjizat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak bisa dipahami oleh nalar adalah Isra Miraj. Dengan kuasa Allah, beliau melakukan perjalanan menyusuri negeri dan menembus waktu. Salah satu yang dilihatnya adalah kehidupan penduduk neraka yang begitu mengerikan dan penuh siksa.

Di dampingi Malaikat Jibril, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berhenti bertanya tentang dosa yang dilakukan oleh penduduk neraka ini. Beliau berharap, kelak umatnya dapat menghindari dosa-dosa tersebut. Ternyata sebagian besar dosa itu sudah dilakukan umat sejak kehidupan pada zamannya.

Namun, ada penduduk neraka yang tidak dikenali. Mereka melakukan perbuatan dosa yang sama sekali tidak pernah dilihat manusia kesayangan Allah ini. Ternyata dosa tersebut justru terlihat pada era kini. Tidak heran jika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam belum pernah melihat calon penghuni neraka ini sebelumnya. Siapa dan bagaimana dosa yang diperbuat?

Ternyata terdapat dua golongan yang akan menjadi calon penghuni neraka namun tidak dikenali oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah golongan pria yang membawa cambuk, serta wanita yang berjalan berlenggak-lenggok dengan kepalanya menyerupai punuk unta. Hal ini dijelaskan dalam hadist riwayat Muslim berikut ini.

Abu Hurairah ra menuturkan, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Ada dua macam penghuni neraka yang belum pernah terlihat olehku saat ini. Pertama, orang-orang yang membawa cemeti seperti seekor sapi yang digunakannya untuk melecut manusia. Kedua, wanita-wanita yang berpakaian namun seperti telanjang dan pandai merayu. Rambutnya disasak seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak dapat masuk surga, bahkan tidak akan pernah mencium wangi surga. Padahal wangi surga dapat dicium dari jarak yang sangat jauh ” (HR. Muslim)

Hadist ini merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjadi bukti kenabiannya. Pada zaman kehidupannya, kedua golongan ini belum ada hingga masa pemerintahan kekhalifahan Islam.

Golongan ini menjadi ancaman besar bagi kaum Muslim. Bahwa pada akhirnya, akan ada pria yang membawa cemeti yang bisa mencambuk sesukanya. Al Qurthubi meyebutkan hadits ini tatkala menafsirkan firman-Nya tentang kisah ‘Ad kaum Nabi Hud serta menyebutkan beberapa sifat-sifat tercela mereka yang dilarang Nabi mereka (Hud. As) : Artinya : “Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang kejam dan bengis.” (QS. Asy Syuara : 130).

Al Qurthubi menjelaskan ini merupakan sifat tercela namun banyak terjadi didalam tubuh umat. Mereka bisa mencambuk dan menyiksa manusia lainnya dengan cemeti yang diartikan sebagai kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki.

Dalam Markaz al Fatwa No. 50866 dijelaskan jika yang dikatakan dalam hadist ini bisa jadi polisi dan para pembantu penguasa yang dzalim. Mereka bisa menyiksa manusia lainnya dengan kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki.

Sementara itu golongan kedua adalah wanita-wanita yang berpakaian namun seperti telanjang dan pandai merayu. Rambutnya disasak seperti punuk unta yang miring. Pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, wanita lebih memilih berada di dalam rumah dan menjaga kehormatan diri untuk melayani suaminya seorang. Mereka percaya bahwa dengan berbakti kepada suami sudah cukup sebagai bekal untuk mendapatkan surga. Wallahualam, pada zaman kini, wanita-wanita yang disebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah banyak wira wiri. Semoga Allah, tidak membiarkan kita lebih jauh masuk dalam golongan ini.

****

Minggu, 24 Juli 2016

Berkah

Berkah   

Di sebuah pengajian pekan yang lalu ustadz membahas tentang makna dari kata berkah. Apa yang dimaksud dengan berkah? Menurut bahasa, berkah --berasal dari bahasa Arab: barokah (البركة), artinya nikmat (Kamus Al-Munawwir, 1997:78). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:179), berkah adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia”. 

Berkah adalah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada manusia untuk dinikmati manusia tersebut. Jadi artinya jika ada karunia, atau rezeki dari Allah yang tidak dapat dinikmati oleh seseorang maka berarti dia tidak medapatkan berkah dari rezeki tersebut. Banyak contoh seperti ini. Ada orang yang memiliki banyak hal dalam kehidupannya berupa materi. Orang lain mengatakan bahwa dia kaya. Tapi harta kekayaannya itu tidak bisa dinikmatinya. Rumahnya besar tapi dia tidak betah berada di dalamnya. Kamarnya juga besar dan ada kasur empuk di tempat tidurnya, tapi dia tidak pernah merasa nyaman berbaring di tempat tidur itu bahkan tidak bisa tidur. 

Atau contoh lain, ada orang yang dapat memperoleh suatu barang dengan mudahnya. Padahal harga barang tersebut mahal dan tidak setiap orang dapat memilikinya. Katakanlah sebagai contoh sebuah kendaraan mewah. Tapi kendaraan tersebut tidak awet dipakainya. Sebentar saja jadi rusak dan tidak berfungsi. Atau mungkin mendapat kecelakaan sehingga rusak parah. Hilang keberkahannya.

Jadi sesuatu itu menjadi berkah ketika dia dapat dinikmati dan membawa manfaat. Dalam Islam kita diperintahkan mengucapkan salam, assalamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh, yang adalah berupa doa. Keselamatan atas engkau, disertai pemberian Allah dan keberkahan-Nya. Kita doakan seseorang yang kita beri salam agar mendapat rahmat atau pemberian dari Allah yang diberkahi-Nya.

Mudah difahami bahwa agar sesuatu mendapat berkah dari Allah haruslah sesuatu itu didapat dengan cara yang diridhai Allah. Tidak akan berkah sesuatu yang kita dapatkan dengan cara yang bathil. Benda yang kita dapat dengan mencuri. Atau dari hasil penipuan. Atau dari kecurangan. Semua itu tidak akan membawa keberkahan.  

Keberkahan tidak terletak pada banyaknya sesuatu yang dimiliki. Tidak terletak pada mahalnya harga sesuatu tersebut. Suatu barang sederhana yang murah harganya bisa jadi diberi Allah keberkahan yang banyak. Mudah-mudahan kita senantiasa mendapatkan rahmat Allah yang disertai berkah-Nya di dalam hidup ini. Aamiin....

****

Sabtu, 16 Juli 2016

Reuni



Reuni       

Reunian, kadang-kadang memang asyik dan perlu ketika dilakukan sekali-sekali. Kemarin kami, angkatan 71 Geologi ITB melakukan reuni di sebuah restoran di Bandung. Acara ini direncanakan dan dipersiapkan oleh salah seorang rekan yang berdomisili di Bandung. Sudah beberapa kali acara kumpul-kumpul ini dilakukan, tapi aku baru hadir dua kali dengan yang kemarin. Angkatan kami ini adalah angkatan yang malang. Diterima sebanyak 31 orang di awal tahun 1971, lalu 13 orang drop out sesudah semester keempat. Dua orang dari 18 orang sisanya sudah meninggal. Dua orang lagi dari sisanya dalam keadaan kurang sehat. Tinggal 14 orang. Tiga orang dari 14 sisanya kemarin itu berhalangan hadir, sehingga yang datang hanya sebelas orang. Ditambah 2 orang dari angkatan sesudah kami dan satu orang dari angkatan sebelum kami.

Sebelas orang dengan pasangannya masing-masing. Diundang juga tiga orang dosen-dosen kami dulu beserta pasangan beliau pula serta seorang senior yang bekerja di P3G Bandung. Beliau-beliau itu sudah berusia di atas 80 tahun. Bahkan salah satunya sudah 88 tahun. Tentu saja reunian seperti ini sangat menarik dan menyenangkan. Bernostalgia tentang masa-masa sekolah hampir setengah abad yang lalu. Ketika kita semuanya sudah jadi kakek-kakek. 
Pertemuan itu dijadwalkan dimulai jam sebelas pagi. Kami berangkat jam delapan dari rumah di Jatibening. Nasib kurang baik, jalan tol Cikampek pagi kemarin penuh dengan rintangan, katanya karena ada kecelakaan. Kami beringsut-ingsut selama satu setengah jam hanya untuk sampai di pintu tol Cikarang. Lalu kemacetan lain di KM 73 arah ke Bandung. Tapi untunglah setelah itu perjalanan bisa lebih lancar. Bahkan Bandung yang diinformasikan akan macet berat karena banyak yang membuat acara reunian besar-besaran di hari Sabtu ini, ternyata tidak terlalu parah. Kami akhirnya sampai di lokasi pertemuan jam dua belas kurang, ketika acara pembacaan doa oleh seorang ustadz. 

Sesudah pembacaan doa acara selanjutnya adalah makan bersama sambil beramah tamah berbagi cerita tentang berbagai hal, mulai dari pengalaman kerja, keadaan keluarga dan jumlah cucu.  Ternyata kami memang telah melalui perjalanan hidup yang cukup panjang.

Begitulah kumpul-kumpul itu berlangsung sampai jam 2 siang dalam suasana penuh keakraban. Kami segera kembali pulang ke Jatibening. Lalu lintas cukup lancar dalam perjalan pulang dengan cuaca hujan di beberapa tempat.      

****                            

Jumat, 15 Juli 2016

Melayat

Melayat 

Kemarin sore aku membaca berita duka  melalui pesan WA. Seorang rekan mantan sekantor di Total dulu meninggal dunia sore hari kemarin. Namanya Djahar Indra. Beliau ini urang awak, beberapa tahun lebih tua dariku. Seorang yang sangat supel dalam bergaul. Departemen kerja kami berbeda. Aku cukup akrab dengannya, dan kalau bertemu kami saling berbahasa awak. Aku kadang-kadang dengan bercanda memanggilnya sebagai 'urang awak'. 'Baa kaba urang awak?' Dan dia memanggilku 'angku'. Beliau sudah cukup lama sakit.

Yang sangat aku sesalkan, sudah beberapa kali aku berniat mengunjunginya tetapi selalu saja ada halangan. Beberapa pekan yang lalu dia masuk rumah sakit MMC. Aku meneleponnya persis di hari dia diizinkan pulang. Aku minta maaf karena belum sempat melihatnya. Dia bilang tolong doakan saja. Karena sudah diizinkan pulang, bayanganku tentu kesehatannya sudah lebih baik. 

Ada beberapa orang di group mantan karyawan Total yang rutin saling sapa setiap pagi (bahkan di sepertiga malam terakhir) melalui WA, meski aku sendiri tidak termasuk di antara mereka, tapi ikut menyimak. Pak DI termasuk yang rajin menyapa.  

Sangat mengagetkan mendapat berita bahwa beliau sudah meninggalkan kita sore kemarin. Karena kali ini tidak ada berita bahwa beliau masuk rumah sakit lagi. Pak DI menghembuskan nafas terakhir di RS MMC sore kemarin.

Pagi tadi aku pergi melayat ke rumah duka di Cipinang Muara. Cukup banyak yang datang melayat. Bahkan ada seorang menteri kabinet, berpapasan denganku di jalan. Ini menunjukkan luasnya pergaulan almarhum. Dan banyak sekali karangan bunga berjejer-jejer di sepanjang jalan di depan rumah duka. 

Ada papan pengumuman bertuliskan bahwa pemakaman jenazah akan dilaksanakan jam sembilan pagi. Kelihatannya agak tertunda sedikit karena makamnya belum siap digali. Aku menanyakan apakah jenazah akan dishalatkan di mesjid yang dijawab, di rumah saja. Jam sembilan ada beberapa orang bapak-bapak bersiap-siap untuk melakukan shalat jenazah. Aku diminta mereka mengimami. Shalat jenazah terpaksa dilakukan berulang-ulang karena ruangan terbatas. 

Aku tidak ikut ke pemakaman karena ada keperluan lain.

Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa dan kekhilafan beliau, menerima amal ibadahnya. Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'afihi wa'fu'anhu.... Aamiin...

****

Rabu, 13 Juli 2016

Dua Tobat Yang Terlambat (Dari Islampos)

Dua Tobat Yang Terlambat (Dari Islampos)    

Oleh: NS Risno ensrisno@gmail.com
ALLAH SWT Maha Pengampun. Allah Maha Penerima taubat. Sebesar apapun dosa dan kesalahan yang dilakukan seorang hamba, selagi ia mau bertaubat dengan sungguh-sungguh, menyesali dosa dan kesalahanya, berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya, niscaya Allah akan mengampuni semua dosa yang pernah dilakukan. 

Dari Anas ra.ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam (manusia), selama engkau masih mau berdo’a dan mengharapkan ampunan-Ku, pasti Aku akan mengampuni dosa yang telah engkau perbuat dan Aku tidak menghiraukan sedikit banyaknya dosamu. Wahai anak Adam, sekiranya dosa kau setinggi langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, tentu Aku akan mengampuni dosa-dosamu. Wahai anak Adam, sekiranya engkau datang membawa dosa seisi bumi kepada-Ku, kemudian engkau mohon ampun kepada-Ku dan tidak menyekutukan Aku dengan apapun, pasti Aku memberi ampunan sebanyak itu pula’.” (HR.Tirmidzi ia berkata Hadits hasan shahih).

Begitulah besarnya kasih sayang Allah terhadap hamba hamba-Nya. Pintu taubat selalu dibuka bagi hamba-Nya yang ingin menyucikan diri dengan mengharap ampunan-Nya.
Namun ada waktu dimana pintu taubat itu ditutup. Ada saat, dimana ampunan sudah tidak diberikan. Iman dan amal seseorang tak lagi berguna. Saat itu manusia benar benar dalam kerugian yang besar.

Kapankah waktu itu tiba?

Pertama; ketika matahari telah terbit dari arah terbenamnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sehingga matahari terbit dari tempat terbenamnya, apabila ia telah terbit dari barat dan semua manusia melihat hal itu maka semua akan beriman, dan itulah waktu yang tidak ada gunanya iman seseorang yang belum pernah beriman sebelumnya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ari dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala senantiasa membentangkan tangan-Nya pada malam hari agar orang yang berbuat kejahatan di siang hari bertaubat dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat kejahatan di malam hari bertaubat; sampai saat matahari terbit dari tempat tenggelamnya.” (HR. Muslim).

Ketika matahari telah terbit dari arah tenggelamnya (arah barat), ini merupakan di antara tanda atau isyarat akan segera terjadinya kiamat. Yakni hancurnya dunia serta berakhirnya seluruh kehidupan. Maka, mulai pada saat itu pintu taubat ditutup, iman dan amal seseorang (yang belum beriman dan beramal sebelumnya) tidak lagi berguna.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman, “… Pada hari datangnya sebagian ayat Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu,atau dia ( belum ) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya…” ( Al-An’am (6) : 158 ).

Kedua; Ketika sakaratul maut. Allah Subhanahu wata’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku bertaubat sekarang…’” ( An-Nisa’ (4) : 18 ).

Dari Abu Abdurrahman Abdullah Ibn Umar Ibn Al-Khattab dari Nabi Shalallahu alaihi Wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai pada kerongkongannya.” (HR. At-Tirmidzi dan ia betkata: Hadits hasan).

Dalam Al-Qur’an juga diceritakan bagaimana Allah menolak taubatnya Fir’aun saat sakaratul maut. “Dan kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia; ‘Saya percaya bahwa tidak ada ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh bani Israil, dan saya termasuk orang orang yang berserah diri (kepada Allah).’ Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Yunus(10) : 90-91).

Nah, itulah waktu ketika taubat tidak lagi diterima, saat ampunan sudah tidak diberikan, rintihan dan penyesalan tak ada lagi gunanya.

Sekarang, matahari belum pernah terbit dari arah barat dan itu artinya pintu taubat masih terbuka lebar. Namun, siapakah yang dapat menjamin kalau besok pagi kita masih dapat melihat matahari terbit dari timur? Tidak ada seorang pun yang dapat memprediksi kapan kematian ini tiba. Tidak ada yang tahu kapan datangnya ajal. Kita tidak tahu kapan saat nyawa ini sampai di kerongkongan.

Karena itulah, selagi nyawa masih di kandung raga, sebelum nyawa sampai di kerongkongan, bersegeralah menuju ampunan Allah. Allah berfirman; “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang orang yang bertaqwa.” (Ali Imran : 133 ).

Tergesa-gesa adalah perbuatan setan, namun kata Nabi ada lima hal yang justru kita diperintahkan untuk menyegerakannya. Lima hal itu adalah; menjamu tamu, mengurus jenazah, menikahkan anak perempuan, membayar utang, dan yang kelima bertaubat. Maka bersegeralah menuju ampunan Allah. Bertaubat sebelum taubat itu terlambat.

Wallahu a’lam bish-shawab. []

                                    

Senin, 11 Juli 2016

Selepas Ramadhan

Selepas Ramadhan   

Ada semangat khusus yang meningkat di sebahagian umat Islam dalam beribadah di bulan Ramadhan di negeri kita. Banyak mesjid yang dipenuhi oleh jamaah i'tikaf di penghujung bulan puasa. Meski ada pula sedikit variasi di antara mereka yang mengerjakan i'tikaf tersebut. Dari yang full, seutuhnya sejak dari waktu maghrib di malam ke duapuluh satu sampai berakhirnya bulan Ramadhan, tanpa keluar dari mesjid kecuali untuk memperbaharui wudhu. Ada yang mengkhususkan waktu malamnya saja, karena di siang hari masih sibuk bekerja atau ada keperluan lain. Ada yang memilih malam-malam ganjil saja. Dan sebagainya. Pokoknya disesuaikan dengan semangat dan kesanggupan masing-masing. 

Mereka yang beri'tikaf itu berharap akan mendapatkan keutamaan malam lailatul qadar, yang nilai (beribadah) nya setara dengan ibadah seribu bulan. Seorang ulama menyampaikan dengan sederhana, bahwa seseorang yang melakukan shalat sunah dua rakaat pada malam hari itu, maka nilainya sama seperti dia melaksanakan shalat sunat selama seribu bulan. Begitu pula dengan shalat wajibnya, sedekahnya, bacaan al Qurannya.  Wallahu a'lam. 

Kita tidak usah menghitung pahala. Biarlah Allah saja yang menetapkan balasan untuk setiap amal yang kita lakukan dengan ikhlas. Terutamanya amalan di bulan Ramadhan. Sejak dari puasa yang kita lakukan dengan dasar iman dan dikerjakan dengan penuh keberhati-hatian agar terhindar dari hal-hal yang mungkin mengurangi atau bahkan membatalkan puasa itu. Dengan sedekah kita. Dengan shalat yang kita lakukan berjamaah di awal waktu. Dengan shalat malam atau tarawih kita. Dengan tadarus kita. Semua itu kita lakukan sebagai latihan sebulan penuh. Alhamdulillah, bahwa kita telah menyelesaikannya. 

Lalu, apakah ada bekasnya yang tinggal setelah berlalunya bulan Ramadhan? Masihkah kita sanggup hadir di mesjid untuk berjamaah di awal setiap waktu shalat? Masihkah kita sanggup mengerjakan shalat malam? Bersedekah? Mentadarus al Quran? Menjaga lisan dan penglihatan dan pendengaran dari hal-hal yang bisa menggiring ke arah dosa? Kadang-kadang memang tidak mudah. Seolah-olah setan yang dibelenggu Allah selama bulan Ramadhan, membalas dendam untuk menghancurkan tingkat keimanan dan ketaqwaan yang kita coba memupuknya.   

Banyak orang yang berpuasa dan beribadah di bulan Ramadhan, tetapi begitu selesai mereka kembali tersungkur. Mereka kembali berbuat kemungkaran, berbuat dosa. Alangkah ruginya. Belum tentu kita akan berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya. 

Namun, jika kita berusaha untuk melawan godaan setan, melawan gejolak hawa nafsu kita sendiri, in sya Allah kita akan sanggup. Tentu saja dengan usaha yang sungguh-sungguh. Aku memperhatikan beberapa orang jamaah di mesjid kami yang sedang berusaha keras seperti itu. Berusaha untuk hadir shalat berjamaah di awal waktu dengan konsisten. Mudah-mudahan beliau-beliau ini mampu bertahan untuk istiqamah.

****

Cucuku Muhammad Razzan Haziq

Cucuku Muhammad Razzan Haziq   

Dia lahir sepekan sebelum hari raya Aidil Fitri, maka hari aqiqahnya (hari ketujuh) jatuh tepat di hari raya. Kepada papanya, aku mengatakan sebelumnya, seandainya sulit mencari kambing (terutama yang akan memasakkannya) berhubung persis di hari raya, hari aqiqah Razzan bisa kita tunda sampai hari ke-empat belas. Dia bilang akan berusaha mencari yang bisa tepat waktu, di hari ke-tujuh. Alhamdulillah, ternyata ada dan bisa. 


Aqiqah itu dihadiri oleh beberapa orang saudara saja. Sedangkan untuk tetangga dikirim sebagai nasi kotak. 
Maka dilengkapilah sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Dipotong dua ekor kambing untuknya, diberi dia nama, Muhammad Razzan Haziq, dicukur rambutnya. Dan didoakan agar Allah Ta'ala melindunginya serta menjadikannya hamba yang sehat, cerdas dan shalih dalam kehidupannya. Semoga Allah mengabulkan doa ini.
Sudah enam orang cucuku. Lima Muhammad.
****