Jumat, 30 November 2012

Jangan Jadi Orang Yang Durhaka

Jangan Jadi Orang Yang Durhaka 

Durhaka artinya melawan, mengingkari, melukai yang didurhakai. Ternyata durhaka itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat pula. Perbuatan durhaka yang paling berat adalah melawan perintah Allah. Mendurhakai ketetapan-ketetapan Allah. Melanggar dengan mengabaikan apa-apa yang diperintahkan Allah atau melanggar dengan mengerjakan apa-apa yang dilarang-Nya. Allah murka kepada orang-orang seperti ini sampai mereka bertaubat dan minta ampun.

Yang kedua durhaka kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Suatu ketika, dalam sebuah perjalanan yang jauh di bulan Ramadhan, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam membatalkan puasa beliau di sebelah petang dan menyuruh para pengikut beliau untuk melakukan hal yang sama. Ada di antara yang hadir ketika itu enggan membatalkan puasanya, dan hal itu diberitahukan orang kepada Rasulullah. Beliau mengatakan bahwa mereka yang tidak membatalkan puasa padahal sudah dicontohkan dan disuruh itu sebagai pendurhaka. Ketika kita yang hidup sekarang ini diberitahu bahwa suatu amalan diajarkan dan diingatkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam untuk mengerjakan, lalu kita menyangkalnya dengan mengatakan bahwa hal tersebut tidak berlaku untuk diri kita dengan alasan apapun, berarti kita telah mendurhakai ajaran Rasulullah. Telah durhaka kepada beliau.
                           
Dalam hubungan sesama manusia biasa, kebanyakan orang menganggap yang disebut durhaka itu hanya sebatas anak yang melawan dan melecehkan orang tua saja. Seorang adik yang melecehkan kakaknya tidak dikatakan durhaka, tapi disebut 'melawan' saja. Padahal sebenarnya perbuatan seperti itu, melawan dan melecehkan kakak termasuk kategori durhaka juga. Begitu juga seorang istri yang melawan dan melecehkan suami, disebut sebagai mendurhakai suami.

Mungkin akan lebih jelas kalau kita memahami bagaimana hukum mendurhaka. Dalam Islam, mendurhakai orang tua termasuk perbuatan dosa besar. Seorang Muslim dilarang berkata yang menyakitkan hati orang tuanya. Bahkan al Quran melarang kita menampakkan rasa kesal dan mengucapkan kata-kata 'cis' atau kata 'ah' kepada orang tua. Perbuatan seperti itu termasuk kedurhakaan (lihat surah Al Israa' (17) ayat 23). Seorang anak harus senantiasa berbakti dengan perbuatan, dengan perkataan kepada orang tuanya, terlebih-lebih ketika orang tuanya tersebut telah lanjut usia dan lemah.

Istri yang tidak mentaati suami dalam hal-hal kebenaran termasuk pendurhaka. Istri yang shalihah adalah istri yang senantiasa berbakti kepada suami dan mengerjakan baktinya itu semata-mata karena Allah. Karena begitu diajarkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Sabda beliau, seandainya ada kewajiban manusia menyembah kepada manusia, maka akan diwajibkan bagi istri menyembah kepada suami. 

Dalam sebuah pengajian di mesjid kami ketika seorang ustad membahas tentang pengabdian istri kepada suami ini, ada yang bertanya, bagaimana kalau ada seorang istri taat dan berbakti kepada suami sementara suaminya zalim. Jawab ustad tersebut, ketaatan si istri adalah bukti keberimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya sedangkan kezaliman suami adalah kedurhakaan sang suami tersebut kepada Allah. Jadi, meski suami zalim, si istri tetap wajib taat juga, lanjutan pertanyaan. Jawab ustad, selama kezalimannya itu tidak sampai menyebabkan si istri harus mengingkari perintah-perintah Allah, maka dia tetap wajib untuk taat. Contoh istri dari seorang suami yang zalim ini adalah istri Firaun (lihat surah At Tahrim (66) ayat 11).

Maka dari itu, peliharalah diri kita masing-masing dari kedurhakaan.

*****
                                     

Minggu, 25 November 2012

Sighat Ta'lik

Sighat Ta'lik

Aku beberapa kali menyaksikan acara akad nikah  dalam dua bulan terakhir. Hal yang mengingatkanku pada saat aku menikahkan puteri-puteriku beberapa tahun yang lalu. Aku teringat nasihat seorang ustad tentang masalah sighat ta'lik. Ustad itu mengingatkan agar pembacaan sighat ta'lik tidak perlu dilaksanakan. Waktu itu aku bertanya, kenapa demikian? Jawab beliau, karena tidak ada dalilnya. Yang lebih tidak elok lagi, tambah beliau, baru saja mengucapkan kabul (jawaban terhadap ijab, atau pernyataan kesanggupan menikah), masakan sudah berbicara dan berikrar lagi tentang perceraian alias talak.

Sighat ta'lik adalah ikrar atau janji dari pengantin pria yang diucapkan segera sesudah ijab kabul. Isinya, bahwa jika dia (yang baru beberapa detik menikah ini) suatu saat nanti menyia-nyiakan istrinya seperti meninggalkan istrinya tanpa pesan selama dua tahun berturut-turut, atau tidak memberikan nafkah batin selama tiga bulan berturut-turut, atau menyakiti tubuh istrinya, sementara istrinya (yang baru dinikahinya beberapa detik yang lalu ini) tidak rela, lalu dia mengadu kepada pengadilan agama, dan pengaduannya itu diterima, maka jatuhlah talak sang pengantin pria satu kali. Begitu lebih kurang isi janji sighat ta'lik tersebut.

Tapi, bukankah dengan berikrar seperti itu, berarti bahwa si pengantin pria mengikat dirinya dengan janji bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan istrinya? Janji itu seharusnya disimpannya dalam hatinya saja, untuk ditaatinya, dan bukan untuk dipersaksikan pula oleh orang banyak. 

Ada pula acara lain yang biasanya dilakukan oleh calon pengantin wanita, yakni permohonan kepada ayah kandungnya untuk menikahkannya dengan pria pujaan hati atau pilihannya, yang padahal sudah hadir untuk melaksanakan acara ijab kabul. Kalaulah memang perlu meminta pertolongan seperti itu, bukankah lebih baik dilakukannya dari hati ke hati saja dengan ayahnya, tanpa disaksikan orang banyak dan di majelis pernikahannya sendiri seperti itu? Repotnya, acara seperti ini dibimbing dan disutradarai langsung saat itu juga oleh petugas KUA. Entah apa perlunya. 

Mengetahui kemungkinan dia akan disuruh minta tolong seperti itu pula, seorang kemenakan perempuan minta tolong kepada ibunya agar mengingatkan pak penghulu untuk melewatkan saja acara minta tolong menikahkan itu. Dan aku dimintatolongi oleh ibunya untuk menyampaikan hal tersebut kepada pak penghulu. Jadi mau yang langsung saja, tanya petugas KUA itu dan aku jawab iya, dengan ringkas. Waktu menikahkan puteri-puteriku dulu, acara seperti ini juga tidak dilakukan.

Masih banyak sebenarnya acara pernak-pernik yang dilakukan orang dalam rangkaian acara akad nikah. Kadang-kadang acara-acara tambahan itu dipimpin langsung oleh pak penghulu. Misalnya  acara memasangkan cincin. Biasanya dibumbui dengan komentar-komentar yang agak-agak menjurus. Yang membuat para pendengarnya tersipu-sipu. Hal yang sepertinya mengurangi kesucian acara akad nikah tersebut. 

******

                  

Kamis, 15 November 2012

Maal Hijriyah 1434

Maal Hijriyah 1434

Tidak untuk berlatah-latah, berakhirnya tahun 1433 Hijriyah bagiku merupakan sebuah tonggak cukup istimewa. Istimewanya karena dengan berlalunya bulan Zulqaidah 1433 Hijriyah yang lalu, aku sudah menjalani kehidupan ini sebanyak yang dijalani oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Sebanyak 63 tahun. Sebuah tonggak yang perlu direnungkan tentu saja. Sudah seberapa siapkah aku untuk 'hari esok'? Waltanzhur nafsun maa qaddamat lighad..  (al Hasyr ayat 18). 

Untuk menghitung-hitung diri. Untuk mengevaluasi sedang dimana dan sedang kemana kira-kira aku ini. Apakah aku masih banyak terhanyut dengan dunia yang penuh godaan ini? Atau aku sedang meniti buih di atasnya? Atau sedang bermalas-malas tidak terlalu tahu entah akan kemana? Subhanallah.....

Menghitung diri bukan pekerjaan mudah. Salah-salah hitung bisa-bisa terkategori sebagai orang yang riya dan sombong. Sebaliknya salah-salah hitung bisa menjadikan diri memandang enteng. Merasa serba masih tidak apa-apa. Lalu berlanjut dengan gelimang salah dan khilaf. Dalam rangkaian kejahatan dan dosa.

63 tahun jelas meninggalkan banyak sekali tanda-tanda. Dahulu masih gesit, sekarang sudah mulai lamban. Dahulu masih berkilat-kilat, sekarang sudah mulai pudar. Dahulu masih berambut hitam, sekarang sudah penuh uban. Ringkasnya, dahulu masih muda belia, sekarang sudah mulai beranjak tua. Semua itu adalah tanda dan peringatan. Bahwa perjalanan hidup ini semakin mendekati penghujung yang tidak mungkin disangkal. Orang biasa berkelakar, bahwa kalau sudah melewati usia Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam yang dijalani itu adalah bonus. Adalah tambahan.   

Bonus kalau yang sebelumnya sudah diisi dengan amalan yang banyak. Bagaimana kita akan menyebut bonus kalau amalan selama ini masih minus? Masih jauh dari mencukupi? Masih banyak yang nilainya pasti buruk di hadapan Allah? Ya Allah Engkau Yang Maha Menilai keberadaan diri hamba-Mu ini.

Di garis batas umur istimewa ini kulantunkan doa kepada Allah....

Ya Allah, hambamu yang dhaif ini, telah mencoba berbuat dengan kemampuan yang terbatas. Engkau Maha Mengetahui tentang apa yang telah hamba perbuat. Ya Allah ampunilah kekhilafan dan kesalahan dari perbuatan-perbuatan hamba. Yang tersengaja ataupun yang tidak tersengaja. Ya Allah terimalah amalan hamba yang tidak seberapa. Yang penuh dengan cacad dan kekurangan. Ya Allah matikanlah hamba pada waktunya dalam keadaan husnul khatimah.  Aamiin.....

*****                                

Sabtu, 10 November 2012

Senantiasalah Minta Perlindungan Allah!

Senantiasalah Minta Perlindungan Allah! 

Tidak saja ketika akan membaca Al Quran kita disuruh untuk minta perlindungan Allah (dari godaan syetan yang dirajam). Banyak sekali peringatan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam agar kita senantiasa meminta perlindungan kepada Allah. Sebuah contoh saja, beliau  shalallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan supaya kita, diujung shalat sebelum mengucapkan salam, membaca: Allahumma inni a'uudzubika min 'adzzaabi jahannam wa min adzzabil qabri, wa min fitnaatil mahyaa wal mamaati wa min fitnati masihiddajjaal. (Wahai Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahanam dan siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati dan dari fitnah masihiddajjal).  

Mintalah senantiasa perlindungan Allah subhanahu wa ta'ala atas hal-hal tersebut. Bayangkan betapa dahsyatnya siksa jahanam. Siksa dengan rasa sakit bukan main sakit dirasakan terus menerus. Ada yang dalam waktu tertentu, ada yang dalam waktu selama-lamanya. Dalam waktu tertentu itu pun hendaklah disadari bahwa satu hari ukuran akhirat setara ukurannya dengan seribu tahun kehidupan dunia. Seandainya kita disiksa hanya satu hari saja, sama nilai waktunya dengan seribu tahun dunia. Seandainya kita pernah mengalami sakitnya jari karena terjepit pintu yang kemudian terasa bersenut-senut sepanjang malam, maka siksa di neraka jahanam itu jauh lebih dahsyat dari rasa sakit terjepit pintu. Dan waktunya tidak hanya sepanjang malam tetapi berketerusan sampai seribu tahun dunia untuk satu hari akhirat. Bagaimana kalau satu tahun akhirat? Tinggal dihitung sendiri. Oleh sebab itulah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan kita untuk minta perlindungan dari siksa jahannam itu.

Begitu juga dengan siksa kubur. Kepada kita orang yang beriman diingatkan bahwa nanti di alam kubur, akan datang kepada kita dua malaikat, Mungkar dan Nankir namanya, akan menyoal kita. Apabila kita tidak mampu menjawab pertanyaan kedua malaikat Allah tersebut maka kita akan disiksa. Siksa berkepanjangan sampai hari berbangkit. Dan tentu saja sesudah itu nanti di hari perhitungan kita akan dihadapkan lagi kepada pengadilan Allah. Pengadilan yang seadil-adilnya, yang tidak ada satu hal pun tersembunyi. Jika kita di pihak yang terbukti bersalah, yang berdosa dan tidak terampuni maka kita akan dimasukkan ke dalam siksa jahannam yang kita bahas di atas tadi. Sangat pantaslah kita meminta dengan bersungguh-sungguh kepada Allah agar terhindar dari siksa kubur tersebut.

Lalu meminta perlindungan dari fitnah. Fitnah hidup dan mati. Banyak sekali fitnah ini di sekeliling kita. Baik yang sepertinya suatu kebaikan, kemuliaan, kesenangan dunia ataupun sebaliknya yang berupa keburukan, kehinaan dan kesulitan hidup. Allah ingatkan kita bahwa 'Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah, padahal di sisi Allah ada pahala yang besar.' (Surah At Taghabuun (64) ayat 15). 

Dikatakan fitnah hidup karena dia dapat menimpa kita ketika kita masih hidup. Fitnah apa saja. Kadang-kadang melalu harta. Kadang-kadang melalui anak. Kadang-kadang melalui istri, melalui sanak saudara. Terlihat seolah-olah kebaikan padahal dianya keburukan. Harta banyak, terlihat menyenangkan padahal dia bisa menimbulkan bencana. Diusut orang dari mana datangnya harta. Bagaimana memperoleh harta. Kemudian terbukti bahwa harta itu didapatkan dengan cara-cara yang tidak halal. Dibuktikan orang dan diseret orang kita ke penjara. Seperti itulah fitnah dunia. Seperti itu fitnah melalui harta. Melalui anak? Melalui istri? Melalui saudara? Dijadikan tidak nyaman kehadiran dan keadaan anak, isri ataupun saudara itu dalam kehidupan. Datang masalah silih berganti. Itulah semuanya fitnah dunia.

Atau pandai kita bermain. Bisa kita menutupi mata semua orang sehingga tidak ada yang tahu dengan asal usul harta kita. Bisa semua orang tidak mempermasalahkan dari mana datangnya. Tapi dibelakang kita, sepeninggal kita ternyata terbongkar juga. Tahu juga orang bahwa harta itu adalah hasil kejahatan kita. Meskipun kita sudah mati, fitnah itu tetap menimpa kita. Jadi kutukan orang yang masih hidup dan jadi siksa bagi kita di alam kubur.   

Terakhir dari fitnah masihiddajjal. Di akhir zaman (mungkin saja sekarang ini sudah bahagian dari akhir zaman) akah hadir dajjal yang kerjanya merusak, membuat bencana dan menyesatkan. Digiringnya siapa yang dapat dan mau digiring untuk memutarbalikkan nilai-nilai kehidupan. Yang baik dibuatnya supaya terlihat buruk. Yang buruk dan jahat supaya terlihat indah dan menyenangkan. Siapa pun yang mau mengikutinya akan diajaknya untuk mendurhakai Allah dan mengabdi kepadanya saja. Para ulama yang menafsirkan bahwa dajjal itu adalah suatu sosok, yang akan muncul di akhir zaman. Yang mampu mengalahkannya nanti adalah Nabi Isa 'alaihissallam yang akan diturunkan kembali ke muka bumi oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Nabi Isa akan membunuh dajjal itu. Tapi ada pula sebagian ulama yang memahami bahwa dajjal itu adalah sebuah kekuatan (entah negara, entah kelompok) yang mengerjakan amalan seperti disebut di atas. Menganggap baik segala keburukan dan menganggap buruk segala kebaikan. Wallahu a'lam.

Sangatlah pantas kalau kita memohon pertolongan Allah dari fitnah dajjal tersebut. Agar kita mampu membedakan yang hak dengan yang batil. Agar kita mengikuti yang benar yang datang dari petunjuk Allah serta meninggalkan yang batil, yang Allah perintahkan kita untuk menjauhinya.

*****                  

Senin, 05 November 2012

Hukum Berburuk Sangka Dan Mencari-cari Kesalahan

Kategori Kitab : Rifqon

Hukum Berburuk Sangka Dan Mencari-Cari Kesalahan

Kamis, 26 Januari 2012 05:35:34 WIB

HUKUM BERBURUK SANGKA DAN MENCARI-CARI KESALAHAN

Oleh
Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr



Allah Ta’ala berfirman.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-car kesalahan orang lain” [Al-Hujurat : 12]

Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus. Tajassus ialah mencari-cari kesalahan-kesalahan atau kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari prasangka yang buruk.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” [1]

Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, “Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik”

Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surat Al-Hujurat.

Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata : “Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.

Disebutkan dalam kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : “Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.

Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan kejelekan seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind [2], Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kejelekanmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari kejelekanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu” [3]

Komentar saya : “Alangkah baiknya jawaban dari Iyas bin Mu’awiyah yang terkenal cerdas itu. Dan jawaban di atas salah satu contoh dari kecerdasan beliau”.

Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata dalam kitab Raudhah Al-‘Uqala (hal.131), ”Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya”.

Beliau juga berkata pad hal.133, “Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.

[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Penulis Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr, Edisi Indonesia Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Penerbit : Titian Hidayah Ilahi Bandung, Cetakan Pertama Januari 2004]
_______

Jumat, 02 November 2012

Musibah Dek Ulah Pancilok

Musibah Dek Ulah Pancilok 

Memang begitu judulnya. Musibah yang menimpa seseorang akibat ulah pencuri. 

Tersebutlah Hasan. Dia ini marbot alias petugas mesjid di komplek kami. Sudah lebih sepuluh tahun dia bertugas jadi marbot. Sejak masih bujangan, kemudian menikah dan punya anak. Sekarang anaknya dua orang. Yang tua sudah berumur sekitar sepuluh tahun. Yang kecil baru beberapa bulan. Apakah dia dan keluarganya tinggal di mesjid? Tidak. Dia menyewa sebuah rumah petak di luar komplek. Kemampuannya mengurus mesjid di atas rata-rata. Mesjid terpelihara baik dibawah tanggung jawabnya.

Selama aku tinggal di komplek ini, sudah hampir dua puluh tahun, Hasan adalah marbot yang paling lama bertugas di mesjid kami. Dia 'mendedikasikan' dirinya untuk mengurus mesjid, sambil menjadi kepala keluarga. Karena dia juga kepala keluarga, dia berusaha lain untuk menafkahi anak istrinya dengan usaha jahit menjahit. Di samping itu, dia juga salah seorang guru mengaji di Taman Pendidikan Al Quran mesjid. Dengan gaji sebagai marbot, sebagai guru mengaji, sebagai pekerja jahit menjahit, kehidupannya boleh dikatakan lumayan baik. Punya sepeda motor hasil pembeliannya sendiri. Anaknya yang sering dibawa ke mesjid sehat dan pintar. Setiap hari raya, sebagaimana kecenderungan banyak orang, Hasan mudik ke kampungnya di pantai utara Jawa tengah, mengunjungi orang tuanya. 

Anaknya sudah kelas tiga SD di sekolah dalam komplek. Pastilah banyak juga kebutuhan keluarga yang harus dipenuhinya.

Sebelum hari raya Aidil Adha kemarin, seorang teman sekampungnya menawarkan usaha penjualan kambing kurban. Lebih tepatnya, kepadanya dipercayakan untuk menjualkan kambing dengan pembagian keuntungan. Usaha yang memang selalu marak setiap menjelang hari raya kurban. Pemandangan yang sangat biasa dimana-mana di pinggir jalan, asal ada saja lapangan sedikit, langsung ditempati pedagang hewan musiman ini.  

Hasan melakukan hal yang sama, mengambil tempat di pinggir jalan dekat komplek untuk  menampung kambing-kambingnya. Dia bekerja sama dengan dua orang lain (tepatnya mempekerjakan dua orang lain, karena tanggung jawab tetap dipundaknya) untuk menjaga kambing-kambing itu siang dan malam, sambil tetap menjalankan tugasnya sebagai marbot. Tiga empat hari berlalu, tidak terjadi apa-apa.  Sampai hari Rabu subuh, dua hari menjelang hari raya, sekitar jam setengah lima pagi, ketika seorang penjaga pergi shalat subuh dan penjaga yang lainnya tertidur, pencilok datang. Empat belas dari dua puluh enam ekor kambing yang diletakkan terpisah digasak maling. Raib tiba-tiba. Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun. 

Sesudah shalat zuhur tadi, Hasan datang ke rumahku. Dengan muka ditekuk. Aku tahu bahwa dia sedang bermasalah. Aku tidak tahu sedikitpun cerita panjangnya itu sebelum ini. Hari Sabtu kami bergotong royong di mesjid, termasuk Hasan. Hari Ahad aku ke Bandung dan kembali hari Rabu. Rupanya Hasan sudah mengadukan musibah yang menimpanya itu kepada pengurus mesjid. Tidak ada yang menyampaikan berita ini kepadaku. Ketua pengurus mesjid menganjurkan agar dia mendatangi beberapa orang jamaah untuk meninjau kalau-kalau mereka bersedia membantu. Itulah yang dikerjakan Hasan. 

Aku tanyakan berapa besar kerugiannya. Berapa harga kambing-kambing yang hilang itu? Delapan belas setengah juta rupiah. Sebuah jumlah yang cukup fantastis, untuk Hasan. Dia menyebutkan jumlah yang sudah diperolehnya, yang dijanjikan oleh beberapa orang jamaah mesjid. Masih sangat jauh dari jumlah yang harus ditutupinya.

Aku biasa menyimpan ZIS di sebuah tabungan khusus. Hasan saat ini adalah seorang yang termasuk ke dalam kelompok mustahiq zakat. Aku katakan bahwa aku ikut membantunya sekian. Seuntai senyum terbersit dibibirnya. 

Mengharukan juga pengalaman Hasan. Pencilok memang tidak pandang bulu. Usaha orang berdagang dengan bersusah payah, dihancurkan pencilok dengan sebuah jurus yang sangat telak. Pencilok seperti ini menurut pendapatku sangat tepat untuk dipotong tangannya jika tertangkap.

*****                 

Cerita Taksi

Cerita Taksi

Aku yakin banyak pengguna taksi di Jakata ini. Karena jumlah taksi yang juga sangat banyak. Untuk pertimbangan tertentu, naik taksi ada nilai positifnya. Katakanlah dari segi kenyamanan dari menghadapi macet kalau menyetir sendiri, dari segi kemudahan perhitungan ongkos dibandingkan menggaji sopir pribadi dan sebagainya. Pasti ada juga nilai negatifnya, seperti mahal......

Sewa taksi berargometer di Jakarta secara resmi ada beberapa macam. Ada taksi super mewah, menggunakan mobil jenis Toyota Alphard, Mercedes Benz, Toyota Camry. Ada taksi biasa-biasa. Taksi biasa-biasa ini misalnya dengan nama perusahaan Blue Bird, Pusaka, Express, Gamiya dan sebagainya. Jenis kendaraan taksi biasa-biasa ini kebanyakan adalah Toyota Vios (untuk taksi namanya Toyota Limo), disamping ada juga yang bermerek lain (Chevrolet, Nissan, Proton, Hyundai dsb). 

Bagi yang tidak tahu, tarif taksi biasa-biasa ini ada dua macam. Ada yang istilahnya disebut tarif atas, diawali dengan Rp 6000 begitu argometer dinyalakan (untuk satu kilometer pertama) dan setelah itu bertambah Rp 300 setiap tambahan jarak seratus meter. Yang lain menggunakan istilah tarif bawah. Biasanya tulisan TARIF BAWAH ditempel di kaca depan dan belakang mobil. Tarif bawah diawali dengan Rp 5000 untuk satu kilometer pertama dan seterusnya pertambahan Rp 250. Taksi yang menggunakan tarif atas contohnya group Blue Bird, Royal City Taksi. Yang bertarif bawah misalnya Gamiya, Express, Cipaganti. Untuk tambahan informasi, beberapa taksi bertarif bawah dengan merek perusahaan tertentu, ada yang kendaraannya kurang terawat, baik dari segi kebersihan, peralatan maupun badan mobilnya sendiri. 

Entah kenapa ada dua macam tarif seperti itu dan diizinkan oleh Pemda. Padahal jenis dan kondisi mobilnya sebagian besar sama. Sama-sama Toyota Limo, sama-sama relatif baru tapi sewanya berbeda. Perbedaan tarif yang mungkin terlihat tidak seberapa itu, di akhir pemakaian taksi pasti terasa juga berat bedanya. Kalau aku naik taksi dari rumah ke Bandara Soeta menggunakan tarif atas biayanya sekitar Rp 150,000. Kalau dengan yang tarif bawah sekitar Rp 120,000. Jadi, kalau mau berhemat sedikit, ya pandai-pandailah mengenali mana yang tarif bawah, mana yang tarif atas.

Inilah pengalamanku kemarin sore. Pulang agak terlambat dari biasanya, baru keluar kantor jam lima lebih. Lalu lintas di jalan raya di depan tempat bekerja, sedang padat-padatnya. Aku menunggu hampir setengah jam. Ada beberapa buah taksi lewat dan semua yang bertarif atas. Entah kemana perginya taksi Express atau Gamiya yang umumnya kendaraannya sama rapi dan bersihnya dengan taksi Blue Bird. Akhirnya sebuah taksi berwarna biru kusam, tanpa nama perusahaan yang jelas, tanpa nomor telepon perusahaan taksinya, melintas. Taksi tersebut aku stop. Biarlah naik taksi yang agak kurang sendereh penampilannya karena hari sudah semakin sore.

Sopirnya berpakaian biasa, bukan pakaian seragam.  Sesudah aku berada di atas mobilnya beberapa saat, dia minta izin mau mengisi bensin dulu. Aku mulai agak kesal dan bertanya, mau mengisi bensin di mana? Dekat sini aja, pak. Sementara itu biar argonya saya matikan dulu, katanya. Aku melirik argo yang menunjukkan angka Rp 6000 sebelum dimatikan. Aku berpikir sedikit penasaran, masakan argo itu sudah sekian saja dalam beberapa detik padahal baru berjalan dua ratus meter? Tidak sedikitpun terbayang bahwa taksi ini bertarif atas.

Setelah mengisi bensin argometer kembali dinyalakan. Kali ini aku terlongo melihat bahwa angka yang muncul adalah Rp 6000. Dengan nada bodoh aku bertanya, apakah taksi ini menggunakan tarif atas. Sopirnya menjawab, iya. 

Sampai di rumah, yang biasanya ongkos taksi sekitar Rp 55,000, kali ini argometer menunjukkan Rp 76,000. Aku serahkan uang kertas seratus, dikembalikannya dua puluh ribu. Aku dengan penasaran mengingatkan bahwa masih ada sisa uang pembayar tol. Oh iya pak, katanya, sambil mengembalikan sisa uang seribu lima ratus.  

*****